Jakarta – Selasa, (2/6/2020), Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) menyelenggarakan Halalbihalal dan Focus Group Discussion (FGD) Kebutuhan Regulasi Over The Top melalui Aplikasi Video Conference yang disiarkan live di kanal Youtube MASTEL TV. Adapun tujuan diselenggarakannya FGD diskusi ini adalah menggali pandangan/gagasan terkait kebutuhan Regulasi Apps/Platform/OTT bersama para stakeholders industri ICT/Telco, dalam rangka memperkuat industri domestik untuk kepentingan ekonomi nasional.
Ketua Umum MASTEL Bapak Kristiono membuka dan memimpin jalannya Halalbihalal di antara Pengurus, Anggota dan Mitra kerja. Bapak Kristiono berbincang seputar transisi cara bekerja di instansi-instansi yang telah kembali aktif setelah idulfitri dan menerapkan new normal.
Diskusi panel dimulai pada pukul 14.00 WIB. Diskusi dibuka dengan sambutan dan opening address dari Bapak Kristiono. Dalam sambutannya, ia menyampaikan “Mengenai kebutuhan regulasi OTT faktanya ada dua yaitu yang pertama adalah adanya asymmetric regulasinya karena ada beberapa layanan yang relatif berimpit dengan layanan-layanan yang diberikan oleh Telco tapi regulasinya tidak sama sehingga kelihatannya untuk fair harus ada kebutuhan untuk regulasinya supaya kompetisi tetap jalan tetapi playing field-nya sama. Itu mungkin kebutuhan yang pertama. Yang kedua, value chain industri hari ini kan berubah. Karena kalau kita menggunakan value chain yang sederhana misalnya device network application (DNA) maka perannya itu berubah total itu sebenarnya. Network benar-benar akan cenderung menjadi dump pipe, hanya menjadi saluran saja. Sementara kontrol yang semula ada di Telco bergeser ke arah device juga bisa bergeser banyak di platform atau di aplikasi atau konten. Sehingga kalau dilihat dari value bisnisnya pun juga platform konten itu yang paling tinggi. Device lebih tinggi daripada network daripada Telco sendiri. Akibatnya cost delivery service menjadi beban Telco. Bukan bebannya pemilik konten, jadi menjadi masalah yang dibebankan seluruhnya ke customer, menjadi berat. Ini membutuhkan satu regulasi. Supaya kemudian industri menjadi lebih sehat”.
Selanjutnya, acara diserahkan kepada Moderator Diskusi yaitu Bapak Nonot Harsono, yang merupakan Ketua Bidang Infrastruktur Broadband Nasional DPH MASTEL. Sebelum diskusi dimulai, Bapak Nonot Harsono menyampaikan beberapa poin yang menjadi latar belakang FGD, diantaranya terkait diperlukannya statement kedaulatan dari pemerintah/negara bagi setiap kegiatan yang memperoleh manfaat ekonomi dari masyarakat Indonesia dan atau dari wilayah Indonesia. Bentuknya dengan kewajiban memenuhi kewajiban perpajakan dan kewajiban regulasi lainnya (izin usaha, izin menyediakan layanan, atau pendaftaran, atau pemberitahuan), “termasuk yang mendapat revenue dari menebar iklan di Indonesia”, tambahnya. Bapak Nonot Harsono juga menyampaikan pentingnya Pemerintah memberikan dukungan bagi Apps/Platform OTT Domestik. Dukungan tersebut dapat diberikan dengan memberlakukan pengecualian terhadap kewajiban-kewajiban regulasi atau perpajakan. Bagi layanan OTT/Apps yang tidak mematuhi Aturan Indonesia, dan melaporkan kepada Kementerian Kominfo (dirjen terkait);
Saat ini kebutuhan Regulasi Apps/Platform/OTT bersama para stakeholders industri ICT/Telco sangat penting dalam rangka memperkuat industri domestik untuk kepentingan ekonomi nasional serta memberikan perlindungan kepada masyarakat. Pengguna dan/atau Pelanggan dalam hal ini Layanan OTT, meliputi hak privasi, akurasi, dan transparansi pembebanan biaya (charging), serta hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembicara yang diundang untuk memberikan pandangan mewakili industrinya yaitu Bapak Marwan O. Baasir, selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), kedua, Bapak Jamalul Izza, Ketua Umum, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), ketiga, Bapak Syafril Nasution, Ketua Umum Asosiasi TV Swasta Indonesia (ATVSI).
Bapak Syafril Nasution menyampaikan, ATVSI mendukung adanya regulasi bagi OTT, supaya tercipta keseimbangan dalam pengaturan konten. Karena konten yang terdapat di dalam OTT bisa apa saja sementara di televisi, apabila terdapat pelanggaran akan mendapat sanksi dari KPI, dan televisi wajib mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Bapak Marwan O. Baasir menyampaikan bahwa ada beberapa masukan terkait Regulasi Over The Top, yang pertama perlunya “Broadband Universal Digital Access” yang mendukung aktivitas online (work, School, Entertainment), yang kedua menempatkan operator telco sebagai key infrastructure player menjadi “enabler” bagi digital ekonomi untuk tumbuh seperti Over-The-Top player, ketiga perlu adanya insentif agar broadband universal digital access ini bisa terus berkembang dan merata di seluruh Indonesia, dan terakhir perlu adanya kesamaan regulasi bagi OTT player yang memberikan layanan yang sama. Same Service Same Rule (SSSR).
Bapak Jamalul Izza, Ketua Umum, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), mengatakan, “seluruh penyelenggara OTT “wajib” memiliki keberadaan di dalam negeri. Bagaimana mendorong bahwa OTT luar wajib memiliki keberadaan berupa berbentuk data. Kita gak perlu data-center yang ada di Indonesia tapi yang kita perlu data mereka yang ada di Indonesia. Karena pemain data-center juga sekarang cukup banyak. Mereka bisa memanfaatkan penempatan-penempatan di data-center yang sudah ada di Indonesia. Ekonomi akan menjadi berimbang dan juga ekspor Bandwith kita dan kebutuhan USD akan menurun. Jadi regulasi mengenai OTT ini memang sudah sangat lama kita tunggu sebenarnya. Kita mengharapkan pemerintah segera mendorong mengenai regulasi OTT ini.”
Pada Keynote Speech Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Bapak Johnny G. Plate menyampaikan bahwa (pandemi) COVID-19 ini mendorong masyarakat global termasuk masyarakat Indonesia untuk mempercepat transformasi digital Indonesia. “Mempercepat memasuki era digital dan masyarakat digital, mempercepat juga untuk menggunakan dan memanfaatkan ruang digital. Secara khusus, digital economic kita yang dari waktu ke waktu terus berkembang, meningkat. Terlepas dari COVID ini bahkan mendorong semakin pentingnya sebagai backbone ekonomi kita adalah justru ruang digital, telematika, infrastruktur ICT Indonesia. Tentang kebutuhan regulasi OTT dari sisi public policy, dari kebijakan-kebijakan publik maka memotret ada empat fase, yang harus kita sentuh serius dan sungguh-sungguh, detail. Mulai dari deployment infrastruktur sampai last mile, perbaikan regulasi-regulasi primer kita agar berlaku semua untuk secara adil dan level fair playing field memadai, spektrum frekuensi yang ekonomis dan bermanfaat, tersedianya talenta digital agar kita menyokong ekonomi digital dan ICT Indonesia itu melalui kemampuan di dalam negeri. Kami tentu mendorong agar inventor-inventor baru bisa dihasilkan unicorn-unicorn. Mulai dari startup, kita dorong, kita bantu sama-sama agar dia bisa menjadi startup sukses menjadi unicorn. Kalau bisa scale up menjadi decacorn, lebih banyak lagi. Kita juga mendorong offline ekonomi khususnya UMKM dan usaha mikro untuk segera bermigrasi masuk menjadi merchant, menjadi online bisnis sehingga bisa mengisi ruang digital kita. Soko guru ekonomi kita tetap ada buatan Indonesia. Karenanya saya mendorong sekali, bangga buatan Indonesia, kreativitas dan inovasi Indonesia. Harus kita dorong itu. Karenanya tidak ada pilihan lain bagi kita untuk memastikan bahwa ruang digital kita untuk mengajak UMKM dan usaha mikro.”
Tayangan ulang FGD Kebutuhan Regulasi Over The Top, dapat diakses melalui pranala https://www.youtube.com/watch?v=R5PBnsiAwbE&t=3362s.