Jakarta – Pada tanggal 29 Maret 2017, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) diundang hadir di DPR dalam Rapat Dengar Pendapat Umum, guna menyampaikan pandangannya mengenai tarif interkoneksi pada Panitia Kerja Interkoneksi, Komisi I DPR RI.
Rapat Dengar Pendapat Umum tersebut dimulai dengan penjelasan mengenai MASTEL dan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya salama ini. Dimana sejak tahun 1993 MASTEL telah banyak memberikan kontribusi dan pemikiran terhadap proses pembentukan peraturan perundangan dibidang telekomunikasi sejak persiapan sampai ke penetapan Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi; penyusunan Fundamental Technical Plan dalam bidang Telekomunikasi (FTP), dan kebijakan-kebijakan lain di bidang penyiaran.
Selain itu diutarakan pula fokus MASTEL pada tahun 2017diantaranya adalah upaya mendorong percepatan target digital inclusion sebagai tahapan menuju Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi digital economy terbesar di Asia Tenggara.
Disamping itu MASTEL bersama sama dengan stakeholder TIK yang lain akan terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran kita sebagai bangsa terhadap ancaman Cyber Security. Dimana itu akan menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yg berdaulat secara cyber (cyber souvereignty). Serta membantu meningkatkan komputer literacy di dalam masyarakat serta meningkatkan peranserta masyarakat di dalam industri telematika ke depan.
Pada agenda sidang, MASTEL diminta untuk memberikan pandangan berupa saran dan masukan mengenai penetapan biaya interkoneksi oleh pemerintah terkait parameter dan proses/model yang sebaiknya digunakan sebagai acuan penetapan biaya interkoneksi.
Berikut pandangan yang disampaikan:
- Pada dasarnya Interkoneksi merupakan sebuah keniscayaan dan bersifat B to B sebagai sebuah konsekwensi dari ditetapkannya oleh pemerintah kebijakan “ multi operator” dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat (pelaku suaha) untuk berusaha di bidang industri telekomunikasi dan meningkatkan aksesibilitas / densitas layanan telelpon selular .
- Interkoneksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan pemakaian frekuensi . Tanpa interkoneksi maka yang akan terjadi adalah pemborosan nasional dimana pelanggan satu operator hanya akan bisa berhubungan dengan pelanggan yang lain dari operator yang sama.
- Pendapatan yang diperoleh oleh Operator Telekomunikasi dari biaya interkoneksi bukan merupakan pendapatan yang utama dan tidak significant terhadap total pendapatan perusahaan. Pada dasarnya pendapatan dari biaya interkoneksi merupakan pendapatan tambahan dari pemanfataan jaringan yang telah dibangun untuk dapat juga dimanfaatkan oleh sebuah operator lain untuk melayani pelanggan.
Selain itu MASTEL juga memaparkan secara detail mengenai pandangannya yang dipaparkan langsung oleh Ketua Umum MASTEL, Kristiono. Materi paparan tersebut dapat dilihat melalui link berikut ini Pandangan MASTEL Tentang Tarif Interkoneksi.
Semoga pandangan dan masukan dari MASTEL dapat membantu Panja Interkoneksi yang bertugas menyoroti proses kebijakan pemerintah, dalam hal ini penetapan tarif interkoneksi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).(hh)