Beberapa hari yang lalu telah diberitakan bagaimana polisi di Cina menggunakan kacamata pendeteksi wajah. Sekarang polisi di Inggris tengah melakukan uji coba wewenang “stop and scan” (berhenti dan pindai), yaitu kewenangan untuk menghentikan seseorang dan memindai sidik jarinya guna mengetahui apakah individu tersebut terlibat kasus kriminal atau imigran gelap.
Polisi di Cina Gunakan Kacamata Dengan Teknologi Pengenalan Wajah
Dengan adanya kewenangan tersebut, polisi di Inggris dapat menghentikan siapa saja yang dicurigai dan memindai sidik jari mereka dengan perangkat pemindaian mobile. Pemindaian itu akan langsung memeriksa 12 juta data sidik jari yang tersimpan dalam dua database yang berisikan data – data dari orang yang pernah ditangkap dan warga asing yang sidik jarinya direkam ketika memasuki Inggris.
Tujuan diberikan wewenang tersebut pada polisi agar proses pemeriksaan dapat dipercepat, sehingga mereka tidak perlu membawa individu yang dicurigai ke kantor polisi. Namun, para pengacara dari privasi dan hak asasi manusia mengingatkan bahwa mobilitas teknologi dan kurangnya pengawasan dalam penerapannya dapat menimbulkan penyalahgunaan oleh polisi.
Martha Spurrier, direktur kelompok advokasi Liberty di Inggris, mengatakan bahwa teknologi tersebut dapat memperburuk masalah yang terkait dengan adanya wewenang untuk menghentikan dan pencarian saat ini. Karena bisa saja penggunaannya tidak proporsional dan digunakan untuk menargetkan kelompok minoritas. Sebab hal ini sering disebut-sebut sebagai penyebab ketegangan antara polisi dan masyarakat lokal.
Memang ada kerangka hukum yang berlaku untuk mengumpulkan informasi seperti itu, yaitu Undang-Undang Bukti Kepolisian dan Pidana, atau PACE, yang disahkan pada tahun 1984. Namun, menurut Martha Spurrier, undang – undang itu sudah usang dan telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun untuk mengikuti yang baru
Hal lain yang dikhawatirkan adalah dengan adanya teknologi baru ini maka data biometrik dapat dibagikan antara berbagai lembaga penegak hukum. Misalnya, petugas polisi mungkin mengumpulkan sidik jari dari orang-orang tanpa alasan yang tepat dan kemudian disimpan oleh departemen dalam negeri tanpa ada batasan waktu serta tanpa sepengetahuan orang yang sidik jarinya diambil.
Departemen dalam negeri telah lama berjanji untuk menerbitkan sebuah tinjauan komprehensif mengenai kebijakan data biometriknya. Namun, hal ini telah tertunda sejak tahun 2012. Bahkan telah berkali-kali dikritik karena menyimpan data terlalu lama, dan gagal menginformasikan individu mengenai hak mereka.
Kebenaran dari database sidik jari yang mendukung pemindaian ini juga dipertanyakan baru-baru ini. Karena pada bulan Januari, komite parlemen yang bertugas untuk menyelidiki kebijakan pemerintah mengenai imigrasi menemukan adanya tingkat kesalahan sebesar 10 persen dalam daftar “orang-orang yang didiskualifikasi oleh departemen dalam negeri.”
Menurut komite parlemen, hal tersebut memperlihatkan adanya rangkaian ketidakadilan, dari orang-orang yang ditolak pembuatan rekening banknya, karena status keimigrasian mereka. Bahkan warga yang ditahan di pusat penahanan yang akhirnya dibebaskan karena tidak bersalah, tidak mendapatkan permintaan maaf atau penjelasan kenapa mereka ditangkap.
Wewenang baru untuk menghentikan dan melakukan pemindaian, saat ini sedang diuji coba di West Yorkshire, dengan 250 perangkat pemindaian mobile dibagikan kepada petugas polisi. Setelah itu, sistem tersebut akan diluncurkan secara nasional.(hh)