Kolaborasi dengan Akademisi Twitter Hadirkan “Percakapan Sehat”

Twitter tahu mereka memiliki masalah, oleh karena itu mereka beralih ke para akademisi untuk mendapatkan bantuan.

Twitter akan melakukan kerja sama dengan para peneliti dari beberapa universitas untuk lebih memahami bagaimana menumbuhkan percakapan sehat yang berlandaskan keterbukaan dan kesopanan.

Upaya tersebut dilakukan oleh Twitter dan Facebook sebagai bentuk reaksi mereka terhadap politik dan budaya setelah pemilihan presiden Amerika pada tahun 2016. Twitter telah membersihkan platformnya, seperti menghapus akun palsu dan bot-bot.

“Masalah bot adalah salah satu dari beberapa masalah yang ada di Twitter. Ini tidak mempromosikan wacana public, tetapi malah menciptakan kegelisahan dan kekacauan,” ujar Brian Solis, seorang analis di Altimeter Group.

Twitter telah memulai proyek barunya tersebut dengan para akademisi guna mengukur kesehatan percakapan. Tujuan dari proyek ini ditujukan untuk mengeksplorasi dua aspek:

  • Bagaimana kelompok terbentuk berdasarkan pandangan politik di Twitter?
  • Apakah paparan keragaman dan berbagai pandangan dapat membantu mengurangi prasangka dan diskriminasi?

Para akademisi dari Universitas Leiden, Universitas Syracuse, Universitas Teknologi Delft dan Universitas Bocconi akan mengukur bagaimana kelompok terbentuk di Twitter melalui diskusi politik dan tantangan yang mungkin terjadi ketika kelompok-kelompok ini berkembang.

“Jelas bahwa jika kita ingin melakukannya secara efektif dalam mengevaluasi dan mengatasi beberapa tantangan tersulit yang timbul di media sosial, maka para peneliti akademis dan perusahaan teknologi perlu bekerja sama lebih erat,” kata Rebekah Tromble, asisten profesor ilmu politik di Leiden Universitas.

Sementara itu, para peneliti dari Universitas Oxford dan Universitas Amsterdam akan melihat bagaimana orang menggunakan platform media sosial dan efek paparannya terhadap latar belakang, keyakinan, dan pengalaman.

“Bukti dari psikologi sosial telah memperlihatkan bagaimana komunikasi antara orang-orang dari latar belakang yang berbeda merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi prasangka dan diskriminasi,” jelas Miles Hewstone, profesor psikologi sosial di Universitas Oxford.

“Kami akan menyelidiki bagaimana pemahaman ini dapat digunakan untuk mengukur kesehatan percakapan di Twitter. A apakah efek dari interaksi online yang positif dapat berimbas ke interaksi offline,” imbuhnya.

“Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan kami, dan mengevaluasi bagaimana kami dapat memastikan kesehatan percakapan di Twitter,” kata seorang juru bicara Twitter dalam sebuah pernyataan email.

“Para peneliti itu akan memiliki akses ke konten Twitter public dan bekerja sama dengan tim lintas fungsional di Twitter untuk mengatasi masalah tersebut,” imbuhnya.(hh)

Sumber