Perang tarif operator di Indonesia sebelumnya adalah hal yang “biasa” kita lihat di iklan-iklan pinggir jalan, TV, radio, dll. Para operator ini memberikan tarif semurah mungkin dan memberikan bonus seperti bonus SMS, telepon seharian. Tentu dengan iming-iming gratis seperti itu, operator dapat “menjaring” banyak pengguna yang pindah dari operator saingannya.
Perang tarif pada tahun ini mungkin berkurang dan mungkin saja akan berhenti. Karena perang tarif ini tidak memberikan keuntungan kepada siapapun. “Perang tarif tidak pernah membawa manfaat. Konsumen memang pada akhirnya akan memilih harga yang termurah, tetapi itu akan berimbas pada kualitas pelayanan,” jelas Dian Siswarini, CEO XL Axiata pada acara Diskusi Akhir Tahun Telekomunikasi “4G, What’s Next?” di Balai Kartini, Kuningan, Jakarta (7/12/2015). “Pada akhirnya, itu akan merugikan konsumen. Saya rasa semua operator ingin menghindari perang tarif,” lanjutnya.
Menanggapi soal perang tarif ini, Menkominfo Rudiantara pada acara yang sama berjanji tidak akan terjadi lagi perang tarif oleh para operator telekomunikasi khususnya di layanan 4G. Lebih lanjut lagi, ia memiliki hak untuk mengganti direksi dari operator yang ketahuan menjalankan strategi perang tarif pada layanan jaringan, karena menurutnya perang tarif akan merugikan pelanggan.
“Semuanya harus logis. Saya tidak akan berikan aturan floor price (tarif dasar). Saya akan bantu terus (menstabilkan harga). Kalau ketahuan, saya akan ganti direksinya,” tegas Rudiantara.
Pria yang bisa disebut Chief RA ini menjelaskan bahwa para penyelenggara telekomunikasi harus memasang tarif yang wajar, sebagaimana perusahaan dalam berbisnis (meraih keuntungan bagi perusahaannya). Jika perang tarif terjadi, beliau mengatakan sebaiknya operator menjadi Corporate Social Responsibility (CSR).
“Obyektifnya, ini bisnis apa charity? Bisnis ya bisnis, charity ya charity. Promosi boleh lah sesekali. Kalau ada operator perang tarif, saya ganti! Mumpung saya masih menjadi menteri,” tegasnya. [MFHP]