[MASTEL-ANGGOTA] OOT: Negara Wajib Melindungi Warga Asal Indonesia di Manapun – Kewarganegaraan Ganda: Hakekat Perlindungan Negara

 

Negara Wajib Melindungi Warga Asal Indonesia di Manapun

Rekan-rekan Mastel yang baik,

Terima kasih kapada semau teman-teman yang telah menanggapi Petisi kami.

Perkenankan saya juga meneruskan ke milis lain, mengingat pertanyaan MasWig yang merupakan juga pertanyaan bagi mereka yang masih ragu-ragu terhadap hakekat dari Kewarganegaraan Ganda (KG), seraya Mastel merupakan Asosiasi yang praktis mewakili semau aspirasi masyarakat TIK di Tanah Air..

[Maswig walaupun bilang “pertanyaan bodohnya”, mesti hati-hati. Apabila diinterpretasi bebas,  bisa berarti apabila jawabannya nyasar, maka “kau kuhabisi”  :-) ]

Dalam arti luas dapat sebagai Dwi Kewarganegaraan (DK) saja, oleh karena dengan paspor AS atau salah satu negara Eropa kita bisa menjelajah ke negara-negara terpenting dunia bagi bisnis dan kesejahteraan kita tanpa harus memerlukan Visa.
Di sisi lain, kita tidak salah tetap membuka KG, karena masih ada negara-negara lain di Asia, Afrika, Amerika Latin, yang cukup strategis.

Jawaban saya ini setelah memperoleh masukan dan menyerap aspirasi teman-teman Gerakan Kebaikan Indonesia (GKI) yang sudah jauh lebih dahulu memperjuangkannya sejak 2006 (UU no.12 tahun 2006) dan sebelumnya. Saya itu baru mulai aktif terjun dengan meluncurkan Petisi ke Presiden dan DPR, setelah Kongres ke-3 Diaspora di Jakarta, dan dimulai zaman pak Dino Patti Jalal, Dubes AS saat itu, (bapaknya, Hasyim Jalal, ahli Hukum Laut terkenal, saya kenal baik sejak sebelum peluncuran SKSD Palapa).

Pertanyaan ke-1

  1. Mengapa orang perlu berkewarga-negaraan ganda?

Orang ber KG mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan dirinya sebagai WNI, yang justru harus dilindungi sesuai perintah UUD 45 serta Pembukaannya (Preambule), a.l.

  • Pasal 28A: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”;
  • Pasal 28 D, ayati (1), intinya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil;
  •  Pasal 28 D, ayat (4), intinya tentang hakekat kewarganegaraan.

Setiap WNI memiliki kesempatan untuk hidup yang lebih baik.
Seseorang yang telah menyelesaikan studi yang lebih tinggi dan lebih baik di LN, pada saat berkesempatan bekerja untuk mengembangkan ilmu, profesi, bakat, dan pendapatannya, tentu harus didukung.

Ini tidak menjadi masalah saat dia masih WNI. Yang menjadi masalah sesuai peraturan perundangundangan RI, adalah pada saat di negara dia hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya dia harus menjadi WN dari negara tersebut, berarti menjadi WN Asing (WNA).

Apabila dia bukan WNA dan tetap berpegang pada WNI, maka kesempatannya untuk meperoleh posisi lebih tinggi di perusahaan atau pemerintahan negara tersebut akan terbatas. Itu berarti dia tidak bisa mengembangkan dirinya dan memperoleh kesempatan sepenuhnya. Seraya kondisi di dalam negerinya belum atau tidak memungkinkan untuk meraih dan mengembangkan dirinya.

Kiriman dana Diaspora (8 juta orang, separuhnya WNI) saat ini adalah $8,5 Milyar mendekati $10 Milyar, Pengalaman negara tetangga Philipina misalnya, sejak warganya diperkenankan ber KG, remitansi yang masuk dari warganya di LN menjadi 4 kali lipat dari $4,5 Milyar menjadi $20 Milyar.
Dalam ukuran Indonesia
pemberlakuan KG, dengan asumsi 4 kali lipat dari sekarang, berarti mencapai sekitar hampir $40 Milyar atau Rp500 Trilyun.
Suatu jumlah signifikan untuk meningkatkan kemampuan Negara, bagi fasilitas pendukung kerja, infrastruktur, dan penyejerahteraa
n rakyat.

Selain melihat ukuran-ukuran angka-angka di atas, kita perlu jeli menangkap keuntungan-keuntungan yang tidak nampak dari manfaat KG, seperti kebahagian hidup warganya di kemudian hari, akan berimbas balas jasa pada negara tempat asalnya.

Pertanyaan ke-2

  1. Mengapa di UU Indonesia, tidak memperbolehkan warganya juga berkewarga-negaraan lain?

UUD 45 tidak melarang  orang  Indonesia mempunyai KG.
Apabila dicermati inti dari UUD 45 pasal 28D, maka secara tersirat Pemerintah dan DPR tidak melaksanakan yang diperintahkan UUD 45, dan melanggar Hak-hak Azasi Manusia yang diterima PBB, padahal Indonesia telah meratifikasinya.

Bahwa Peraturan Perundang-undangan Indonesia tidak atau belum memperbolehkan KG, dapat dimengerti karena NKRI pernah mengalami sejarah masa lalu yang nasionalistik berkobar-kobar sejak perjuangan fisik merebut  kemerdekaannya. Di sisi lain setelah merdeka, yang merupakan jembatan emas menurut Bung Karno, bukan berarti bahwa orang Indonesia harus berbangga menepuk-nepuk dada karena berpegang satu WN tunggal Indonesia saja.

Tidak perlu Indonesia berpikiran sempit bahwa Warga Indonesia harus membatasi dirinya untuk berkembang sepenuhnya di dalam batas-batas wilayah kekuasaannya saja, dan tidak boleh mengembangkan dirinya di luar batas wilayahnya yang memberikan kesempatan pengembangan pribadi sepenuhnya dengan KG, saat Negaranya sendiri tidak dapat menjaminnya pada saat ini.

Indonesia di masa lalu banyak mengalami gejolak politik dan ekonomi yang pahit hingga sekarang, sehingga kemajuan kita tidak seperti negara-negaa sekawasan yang di masa lampau tingkatannya sama dan kini sudah melejit di atas kita, seraya kita masih terpukau masa lampau yang sudah tidak sesuai dengan zaman dengan persaingan antar-Bangsa yang ketat, dan juga kerjasama antar-Bangsa yang diamanatkan UUD 45.

Pada zaman globalisasi ini, Indonesia harus secepatnya merebut kesempatan-kesempatan yang ada, dan bahkan sudah didahului oleh banyak negara lain yang setaraf kemajuannya atau yang lebih maju atau yang masih berada di belakang kita kemajuannya.
Perubahan sudut pandang kiranya diperlukan segera, bahwa memiliki WNI tunggal bukanlah yang harus dipertahankan selama hayat dikandung badan.
Pemikiran zaman perebutan kemerdekaan fisik yang masih Chaufanistik sebaiknya ditinggalkan, apabila Indonesia ingin maju dan mengejar ketertinggalannya.
Sebenarnya pak Jokowi telah merintisnya dengan mengangkat Arcandra, dan Indonesia sangat membutuhkan ahli-ahlinya untuk membangun Indonesia segera.

Pertanyaan ke-3

  1. Apa ruginya bila hanya berkewarga-negaraan tunggal?

Selain ulasan dalam Pertanyaan ke-1 tentang manfaat KG, yang dapat ditambahkan di sini, adalah bahwa apabila Indonesia tidak segera merubah sudut pandangnya, maka pada zaman MEA yang telah disepakati anggota-anggota ASEAN, warga Indonesia akan kalah lincah dibandingkan rekan-rekan se ASEAN yang sama kemampuannya tetapi lebih luas koneksi dan jaringannya di luar negera lain, seperti AS dan Eropa yang merajai bidang ekonomi, dan secara tidak langsung juga berdampak pada bidang politik.

Rekan saya sesama pejuang KG menambahkan, “setelah lebih dari 71 tahun merdeka, ekonomi bangsa kita masih terbelenggu. Inilah tugas orang Indonesia, terlepas dari warna paspor, tetapi hati tetap merah-putih untuk melajutkan perjuangan pahlawan2 kita yang telah menukar nyawanya utk memberi kita tempat berpijak”. 

Saat ini ada banyak ahli pengetahuan dan pimpinan perusahaan terkenal Indonesia di manca negara yang menjadi WNA. Mereka terpaksa meninggalkan ke WNI an tunggal yang dibanggakan pada awalnya, seraya di sisi lain menghambatnya untuk berkembang di manca negara.
Contoh, seorang Indonesia yang merupakan tenaga inti suatu perusahaan di Belanda, di pagi hari dia masih menyelesaikan tugasnya, kemudian sore hari dia harus mewakili perusahaannya di London. Ya, tidak bisa, karena untuk mengurus Visa Inggris karena dia setia mempertahankan WNInya selama 15 tahun, akhirnya harus dilepaskan dan memilih WN Belanda. Andaikata Indonesia memberikan fasilitas KG, dia akan dalam rangkulan WNI selain WN Belandanya.

Seorang CEO Indonesia suatu perusahaan di Jepang, ditunjuk menjadi pimpinan perusahaan Jepang tersebut di Indonesia, kesulitan untuk juga ber WN Jepang yang memungkinkan dia bergerak bebas, akhirunya dia pilih jadi WN Jepang saja.

Pertanyaan Ke-4

  1. Apa ruginya dan untungnya bagi suatu negara bila warganya ada yang berkewarganegaraan ganda padahal UU yang berlaku hanya mengenal/mengizinkan kewargenegaraan tunggal?

 Ya, tidak bisa KG apabila Peraturan Perundang-undangannya hanya mengenal Kewarganegaraan tunggal Indonesia. Apabila tetap nekat KG, maka akan timbul kasus Arcandra. Menurut UU no.12 tahun 2006, KG hanya diperkenankan apabila belum mencapai 18 tahun bagi mereka yang berdomisili di LN atau anak dari perkawinan campur yang salah satu orang tuanya adalah WNI.
Mengenai untung ruginya sudah dijelaskan di atas.

Pertanyaan Ke-5

  1. Apakah bila seseorang berkewarnegeraan ganda maka nasionalisme kepada negara pertamanya sertamerta hilang? Karena digantikan oleh keharusan untuk bersumpah-setia kepada negara kedua? Apakah nasionalisme pada individu itu sifatnya substitusi atau complement?

Nasionalisme kepada negara pertamanya, adalah masalah pribadi dan tidak bisa diukur, dan bahkan tidak bisa dijamin kebenarannya dari pernyataan resmi tertulis, ucapanya, ataupun secarik paspor.

Ada banyak sekali contoh nyata dari para Diaspora Indonesia yang masih WNI dan yang menjadi WNA, yang
selalu membantu meningkatkan kiprah perusahaan-perusahaan (khususnya UKM) dan kemampuan ahli dan tenaga terampil di dalam negeri, baik dengan membuka akses pasar mereka di LN ataupun merekrut tenaga-tenaga ke perusahaan-perusahaan terkenal di negara tempat Diaspora kita berhasil mencapai sukses.

Justru orang Indonesia Diaspora yang sudah sukses membangun perusahaan dan atau menimba ilmu ingin sekali memberikan sumbangsih ke negeri asalnya, apalagi dengan adanya sanak saudaranya. Bahkan  mereka rindu untuk bisa pulang, mendirikan perusahaan setelah mengumpulkan cukup modal dan pengalaman bisnisnya, dan atau menghabiskan masa akhir hidupnya di tanah kelahirannya.

Dalam buku yang dikeluarkan Gerakan Kebaikan Indonesia (GKI), “Surat dari Rantau”, karangan Bina Bektiati dan Nugroho Dewanto, yang saya cuplik dalam siaran change.org bulan 18 Juli (yang lebih lengkap) dan September sebelumnya, tentang pengalaman 26 orang Diaspora Indonesia, di Australia, Swiss, AS, Taiwan, Belanda, Hongkong, Meksiko, Jerman, Malaysia, dll. Bidang yang mereka sumbangkan dari berbagai bidang yang digeluti, seperti TIK termasuk di Silicon Valley dan High Tech Campus Eindhoven di Belanda yang bergengsi, mode tingkat atas atau desain busana selebriti, Arrsitek Perkotaan Layak, penggagas Tabungan Hari Tua, Penerbangan, Peningkat Taraf Hidup Penyandang Cacat, Peningkat pendapatan Petani Kopi sehingga Kopi Indonesia nomor 1 dunia, dll.
Lengkapnya cuplikan dapat diikuti dari tautan di bawah ini.

https://www.change.org/p/presiden-republik-indonesia-dpr-dan-presiden-segera-mengesahkan-uu-kewarganegaraan-ganda-ri/u/17309972

Pertanyaan Ke-6

  1. Bagaimana mengukur nasionalisme sesorang yang berkewarnegaraan tunggal dan berkewarganegaran ganda?

Ukuran nasionalisme hanya dapat dilihat secara lahiriah dari hasil kerjanya, seraya apa isi hatinya yang sebenarnya tidak dapat kita dalami.
Orang yang nampak dari luar sebagai teladan dari ucapan dan tingkah laku lahirah baik sebagai penyumbang dana amal, pemimpin agama, atau pejabat Negara, secara mengagetkan ternyata seorang koruptor, termasuk para pejabat Pemerintah dan anggota DPR. Dan sebaliknya seorang yang kasar tutur kata dan acuh tak acuh ternyata setia pada negara dan berani mengorbankan hidupnya.

Secara naluri dalam jangka waktu yang lama, memang dapat diketahui watak sebenarnya dari seseorang WNI atau eks WNI yang menjadi WNA seperti sebagian besar warga Diaspora Indonesia yang tercermin dalam karya luhur mereka terhadap sesama orang Indonesia di negara asalnya.

Dalam buku “Surat dari Rantau” dapat disimak karya Diaspora Indonesia seperti diulas dalam tautan butir 5 di atas. Ternyata kesetiaan mereka bukan hanya omong kosong atau OMDO, sedangkan sebaliknya tidak sedikit orang di Indonesia yang bangga memiliki paspor atau KTP Indonesia menepuk dada, seraya beranggapan yang tidak eks WNI sebagai pengkhiant negara, ternyata hatinya busuk, iri hati, dan hanya memperjuangkan kepentingan sendiri atau kelompok atau golongannya.  Bahkan rela mengorbankan kepeningan umum demi kepentingan pribadi, keluarga, dan atau golongannya.

Suatu Negara yang sebagian atau banyak warganya terbiasa atau diberi teladan munafik, yang tutur kata dan tindakan di lapangan berbeda, bagus dari luar dan busuk dari dalam, yang secara naluri diketahui oleh orang-orang terdekat saja, tidak akan bisa maju, apalagi apabila pimpinan Negaranya demikian.

Seharusnya, kita cermati negara kita sendiri sebagai negara berkembang selama lebih dari 70 tahun dibandingkan misalnya negara-negara sekeliling kita yang dahulu sama tingkatnya. Seraya negara-negara yang kita benci baik, karena faham atau sikapnya, malah menjadi negara-negara yang maju pesat. Sebaliknya negara-negara yang kita junjung tinggi, ternyata malah tertinggal, tidak adil, kejam terhadap rakyatnya, dan carut-marut.

Ironisnya, banyak negara maju tempat para WNI pada awalnya menuntut ilmu dan mengembangkan pekerjaannya, sangat menghargai prestasi dan kemampuan Warga Indonesia, seraya kita sendiri kurang, tidak jeli memanfaatkan kemampuan atau mengabaikan kemampuan dan prestasi sesama warga se Bangsa dan se Tanah Air. Negara-negara inilah yang justru menawarkan KG apabila Indonesia juga mengakui KG (timbal balik atau reciprocal).

Salahkah apabila seorang WNI akhirnya tidak tahan dan memilih WN negara tempat dia memperoleh kemajuan lahiriah dan batin, dibandingkan dengan perlakukan negara asal kelahirannya?
Walaupun demikian, panggilan darah dan tempat asalnya sehingga dia tetap ingin membalas budi dan memberikan sembangsih kepada negara tempat dia dilahirkan dan dibesarkan.

Sudah selayaknya Negara tempat asalnya merangkul dan melindunginya.
Seyogianya kita meniru a.l. kebijakan India akhir-akhir ini yang membuka lebar pintu bagi warga asal India untuk tidak kehilangan WN India mereka.

Kita juga harus jeli, bahwa apabila kita sendiri saat ini belum menikmati manfaat KG, kemungkinan anak-cucu kita yang berpandapangan dan berkesempatan lebih maju dari orang tuanya, dapat memanfaatkan fasilitas KG Indonesia.

Indoneisa jangan berfikiran picik dengan hanya melihat formal paspor, secarik dokumen sebagai bukti kesetiaan seorang warganya, melainkan melihat secara nyata apa yang dapat diraih warganya dengan fasilitas KG dan melindungi warganya dengan Peraturan Perundang-undangan yang sesuai dengan amanat Konstitusi Negara, UUD 45, bukan hanya yang tersurat, melainkan juga yang tersirat dalam arti sedalam-dalamnya. Untuk itu kita tidak harus malu mengikuti 73 Negara lain, kebanyak negara yang sudah maju, dalam memberikan fasilitas KG kepada Warga Negaranya.

Salam hangat,
Arnold Ph Djiwatampu
Warga biasa Indonesia

PS. Saya sendiri tidak berminat untuk ber KG setelah apa yang telah saya capai saat ini. Ini berkat fasilitas Negara dan kebijakan Pimpinan Negara yang demikian banyaknya.
Seuai kelaziman ITU, apabila saya sudah tiada, maka dalam Sidang Tertinggi ITU, Plenipotentiary Conference atau World Radiocommunication Conference, dll, yang pertama setelah itu,
maka delegasi Indonesia yang menghadirinya, akan mendengar nama Indonesia disebut secara  khidmat, pada awal sidang oleh Ketua Sidang.
Dia akan mengajak hadirin untuk berdiri selama 1 menit untuk mengenang salah satu Puteranya. Itu yang terakhir bisa saya sumbangkan.

Jangan khawatir, walaupun semua ada di tangan Tuhan, saya masih muda, dan saya senang masih terus diminta membantu berbagai pihak, khususnya Kominfo, untuk menghadiri sidang ITU, APT, dll. dan tentunya KG ini bagi kebaikan Bangsa -:)

Subject: Re: Bls: [Fwd: Bls: [MASTEL-ANGGOTA] OOT: Kewajiban Negara MelindungiWarganya, UUD45 pasal 28D]
Date: Mon, 31 Oct 2016 18:07:49 +0700
From: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi [email protected] [MASTEL-ANGGOTA] <[email protected]&gt;
Reply-To: [email protected]
To: <[email protected]&gt;

Yth. Pak Sutrisman dan Sahabat MASTEL
Wah justru terbalik Pak, karena saking kepengin tahu ikhwal mengenai kewarga-negaraan ganda maka saya keberanian untuk mengingatkan, dalam bahasa yang lebih halus lain mungkin kalimatnya begini “karena topik mengenai dwi kewarganegaraan merupakan hal baru yang mungkin sebagian warga MASTEL belum memahaminya dengan baik, mohon pembahasan mengenai kewarga-negaraan ganda ini lebih fokus, berdasar rujukan yang sahih, ojo asal asbun, ribut padudon, sing tundone ora entuk kawruh opo-opo.”

Demikian Pak semoga dengan penjernihan ini, Bapak bersedia memberikan sharing meski mengakunya baru tahu sebagian kecil dari total pengetahuan tentang dwi kewarga-negaraan.

Salam dan hormat,
maswig    

From: <[email protected]> on behalf of “sutrisman [email protected] [MASTEL-ANGGOTA]” <[email protected]>
Reply-To: <[email protected]>
Date: Monday, October 31, 2016 at 1:42 PM
To: [email protected]” <[email protected]>
Subject: Bls: [Fwd: Bls: [MASTEL-ANGGOTA] OOT: Kewajiban Negara MelindungiWarganya, UUD45 pasal 28D]
 

Pak  Wigrantoro.
saya mohon maaf sudah  mengganggu Bapak yang sudah sangat expert di bidang kewarganegaraan. tapi lha koq pertanyaannya masih 6 butir ??
saya mau menjawab jadi tidak berani takut  ketahuan kebodohan saya.
maaf silahkan dijawab oleh yang lain atau den bagoes menjawab sendiri.
salam
Pada Senin, 31 Oktober 2016 13:24, “John O’Shea [email protected] [MASTEL-ANGGOTA]” <[email protected]> menulis:

 

“Mohon yang tahunya hanya sepersepuluh, seperlima, sepertiga, separo, dua pertiga, sebaiknya menyimak saja dulu, biar diksusi mengenai kewarga negaraan ganda versus tunggal ini mentes, bernas, bukan asbun. Yang ujungnya entah kemana kesimpulannya.”

Kok kayaknya keras sekali ya peringatannya.. No freedom of expression  at all? Hmm…

F2


From: [email protected]“>Mas Wigrantoro Roes Setiyadi [email protected] [MASTEL-ANGGOTA]
Sent: 31/10/2016 10:57
To: [email protected]“>[email protected]
Subject: Re: [Fwd: Bls: [MASTEL-ANGGOTA] OOT: Kewajiban Negara MelindungiWarganya, UUD45 pasal 28D]

 

Pertanyan bodoh dari saya:

  1. Me
    ngapa orang perlu berkewarga-negaraan ganda?
  2. Mengapa di UU Indonesia, tidak memperbolehkan warganya juga berkewarga-negaraan lain?
  3. Apa ruginya bila hanya berkewarga-negaraan tunggal?
  4. Apa ruginya dan untungnya bagi suatu negara bila warganya ada yang berkewarganegaraan ganda padahal UU yang berlaku hanya mengenal/mengizinkan kewargenegaraan tunggal?
  5.  Apakah bila seseorang berkewarnegeraan ganda maka nasionalisme kepada negara pertamanya sertamerta hilang? Karena digantikan oleh keharusan untuk bersumpah-setia kepada negara kedua? Apakah nasionalisme pada individu itu sifatnya substitusi atau complement?
  6. Bagaimana mengukur nasionalisme sesorang yang berkewarnegaraan tunggal dan berkewarganegaran ganda?
Mudah-mudahan ada yang berkenan mencerahkan sehingga saya (dan barangkali teman- teman lain) menjadi lebih tahu duduk persoalan sebenarnya.

Mohon yang tahunya hanya sepersepuluh, seperlima, sepertiga, separo, dua pertiga, sebaiknya menyimak saja dulu, biar diksusi mengenai kewarga negaraan ganda versus tunggal ini mentes, bernas, bukan asbun. Yang ujungnya entah kemana kesimpulannya.

Salam dan sukses untuk Kita
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi

From: <[email protected]“>[email protected]> on behalf of “John O’Shea [email protected]“>[email protected] [MASTEL-ANGGOTA]” <[email protected]“>[email protected]>
Reply-To: <[email protected]“>[email protected]>
Date: Monday, October 31, 2016 at 7:03 AM
To: [email protected]“>[email protected]” <[email protected]“>[email protected]>
Subject: RE: [Fwd: Bls: [MASTEL-ANGGOTA] OOT: Kewajiban Negara Melindungi Warganya, UUD45 pasal 28D]

 

Kepada Pak Djiwatampoe,Pak Sutrisman Dan rekan2 mastel sekalian,

Terima kasih atas usaha Pak Djiwatampoe untuk membuka pemikiran kepada saudara sebangsanya, semoga suatu saat Akan berhasil juga apakah melalui kewarganegaraan ganda atau permanent residence atau alternatif lainnya, karena memang secara politik hukumnya tampaknya masih butuh waktu.
Tetapi apa sih sebenarnya yang tidak dapat berubah di dunia ini, karena agama sendiri juga tidak membatasi Kita dengan status warga Negara kok Dan Pancasila pada sila pertama adalah Ketuhanan yang maha Esa.

Salam Hormat,

Firdausi F


From: [email protected]“>sutrisman  [email protected] [MASTEL-ANGGOTA]
Sent: 31/10/2016 04:50
To: [email protected]“>[email protected]; [email protected]“>[email protected]
Subject: Bls: [Fwd: Bls: [MASTEL-ANGGOTA] OOT: Kewajiban Negara Melindungi Warganya, UUD45 pasal 28D]

 

Yang sangat saya hormati Bapsk Djiwatampu

terimakasih atas pencerahannya mengenai semangat kebangsaan namun mohon maaf saya harus berbeda pandangan dengan Bapak. Semoga  dapat diterima.
Merupakan suatu kebanggaan bagi Indonesia jika putra putri terbaiknya dapat menjadi pemimpin dunia, sebagai Sekjen PBB, SEKJEN ITU, DIREKTUR ITU.  CEO  di perush MULTI NASIONAL atau jabatan LAINNYA namun tidak perlu harus memiliki kewarga negaraan ganda. Sekali Indonesia  tetap Indonesia.   Sampai mati.   Ini pelajaran yg saya dapat dari pendidikan saya du KSA LEMHANAS.

TERIMA KASIH


 

Pak Sutrisman yang baik,

Tks untuk pandangannya, yang membuat saya kaget karena tidak terduga, sehingga harus mikir.
Saya berkenan saja dengan Sumpah Pemuda.
Prinsip Sumpah Pemuda dengan adanya Kewarganegaraan Ganda (KG) atau Dwi Kewarganegaan (DK) tidak  du tidak dikhianati atau mengkhianatinya, kok.

Apabila saya atau warga Indonesia yang saat ini hanya berpaspor Indonesia, memperoleh KG atau DK, tetap saja dia ber Bangsa Indonesia, tetap saja bersama seluruh warga Indonesia di dalam dan luar negeri ber Bangsa satu, Bangsa Indonesia, walaupun saya memiliki Kewarganegaraan AS misalnya. Saya tetap ber Bahasa satu, Bahasa Indonesia, walaupun saya juga berbahasa Inggris dalam Konferensi ITU atau orang bule yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Tetap ber Tanah Air satu Indonesia, baik bagi saya maupun mereka yang tinggal di LN dan setiap kali mereka berkunjungi kembali menengok sanak saudara atau mau membuka bisnis, bahwkan banyak di antara mereka yang ingin dikubur di tempat kelahirannya.
Itu sudah panggilan hukum alam, yang dinyatakan dalam Ius Solis (asal Tempat Kelahiran dan dibesarkan) dan Ius Sangguinis (asal Keturunan atau Darah).

Orang Indonesia yang sudah saya temui di AS dan Jenewa di KBRI atau PTRI sebagai staf lokal atau yang sudah berdomisili berpuluh tahun, dan sudah menjadi Warga dari Negara tempat tinggalnya, tetap merasa orang Indonesia. Apakah lalu mereka dianggap mengkhianati Sumpah Pemuda atau menurut beberapa orang mengkhianati Negaranya? Kebangetan, bukan?

Semangat Nasionalisme yang didengungkan apa tidak sudah menjadi Chauvanisme?
Ini zaman global, tidak ada batas negara lagi untuk bekerja, bukan zaman Perdjoeangan Kemerdekaan Repoeblik Indonesia lagi, bukan? Sasaran sudah berubah. Coba saja, mungkin kita tidak sadar menerima MEA, yang memberikan hak yang sama untuk pekerjaan masyarakat ASEAN. Jadi batas2 Negara secara ekonomis dan politis (mulai) dibuka.

Apakah Panca Sila dan UUD 45 dilanggar? Tidak, bukan? Tinggal UUnya sampai seberapa jauh diatur secara timbal-balik, reciprocal, dan bagaimana pencegahan keamanannya yang terlalu dibesar-besarkan.
Yang lebih penting, jangan sampai Negara kita dijual kepada negara lain lewat kelompok separatis dan pengkhianat Negara, baik kelompok kesukuan, kepercayaan, merasa diri/fahamnya yang paling benar, atau keserakahan.
Jangan sampai apa yang diucapkan beda dengan yang dilakukan. Munafik, karena memberlakukan bagi orang lain sedangkan untuk diri sendiri tidak.

Sewaktu pertemuan hari Kamis tgl 27 Oktober yang lalu, ada seorang Bapak seumur saya yang datang dari Jerman dan sudah menjadi WN Jerman puluhan tahun, karena berbagai permasalahan zaman Orde Baru. Dia memperoleh tugas belajar di Rusia zaman Bung Karno, dan kemudian tidak bisa kembali karena paspornya tidak bisa diperpanjang saat Orde Baru. Akhirnya terkatung-katung. Ini kesalahan pemerintahan Orba yang curiga dengan segala macam yang tersentuh komunis termasuk negara komunis, sehingga ada jutaan warga Bangsa menjadi korban atau dikorbankan baik di dalam maupun luar negeri.
Dia menangis mengenang kesetiaan dia pada tanah airnya tidak pernah luntur. Oleh karena dia terharu tidak bisa meneruskan penuturan pengalamannya, maka seorang ibu yang kawin campur datang juga tinggal Jerman ikut suami, melipur dan menenangkannya, dia akhirnya meneruskan hasrat orang2 WNA di Jerman asal Indonesia menyatakan kandungan hati nuraninya yang mengharukan.
Kita pertanyakan, yang mengaku warga Indonesia dengan bangga dan tinggal di Indonesia, apa benar dia cinta negaranya? Apalagi yang korup, menyalah gunakan kedudukan, padahal pejabat atau aparat Negara.

Tolong semangat Sumpah Pemuda itu dijabarkan kembali, secara lebih luas, dan tidak hanya secara fisik bertempur, sebagaimana sudah banyak diulas di media.

Seyogianya, kita memiliki Cakrawala yang lebih luas, jeli, dan inovatif, bahwa Bangsa Indonesia sudah tidak dibatasi oleh wilayah teritorial Indonesia seperti yang terdapat dalam peta, melainkan sudah merambah ke wilayah di luar batas negaranya, di manca negara, baik dia berada di AS, Eropa, Afrika, msupun dia masih WNI maupun WNA asal Indonesia. Mereka itu satu kesatuan dalam berBangsa Indonesia dengan kita-kita di wilayah kekuasaan RI. Mereka sama sekali tidak mengkhianati Sumpah Pemudah, oleh karena mereka merasa dan menghidupinya dalam kehidupan seharinya, Berbangsa Indonesia. Tetap Satu Nusa, satu Bangsa, dan satu Bahasa. Tetap mereka berada di LN murni karena masalah kesejahteraan, bukan untuk meninggalkan Bangsa atau Negaranya. Sebaliknya mereka ingin menyumbangkan kembali keberhasilannya setelah menuntut ilmum membuka perusahaan, dan menjadi tokoh terkenal yang diakaui di negara tempat tinggalnya.

Salam,
APhD


Subject: Bls: [MASTEL-ANGGOTA] OOT: Kewajiban Negara Melindungi Warganya, UUD45 pasal 28D
Date: Sun, 30 Oct 2016 13:33:02 +0000 (UTC)
From: sutrisman [email protected] [MASTEL-ANGGOTA] <[email protected]>
Reply-To: [email protected]
To: [email protected] <[email protected]>, Telematika <[email protected]>, IndoWLI <[email protected]>, P2Tel <[email protected]>, Bandung 19-20 <[email protected]>
CC: Pokja KI <[email protected]>, WRC2015 <[email protected]>, SDPPI Kominfo <[email protected]>, IEEE Indonesia Section Officer <[email protected]>



Yth Pak Djiwatampoe.

Saya sampaikan pandangan dan pendapat saya , maaf jika kurang berkenan.
Satu hal yang sangat prinsip terkait dengan diaspora adalah mengenai SEMANGAT NASIONALISME, yang intinya berisi kesediaan  untuk berkorban jiwa raga demi  bela negara.


Saya  kira pada bulan Oktober ini kita semua ingat mengenai SOEMPAH PEMOEDA , yaitu Berbangsa satu Bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, dan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia.

SOEMPAH PEMOEDA menjadi semangat juang para pemuda Indonesia yang tanpa pamrih bersedia mengorbankan harta, jiwa raganya untuk membela tanah air yang dicintainya yaitu Indonesia.

Saya memperkirakan, pada saat seseorang menyatakan beralih kewarganegaraannya maka akan dilakukan pengambilan sumpah mengenai  kesediaan berkorban dan berjuang untuk negara yang dipilihnya (hanya satu).
Indonesia mau ditempatkan di urutan keberapa. ??

Apakah semangat nasionalisme cukup diukur dengan kesejahteraan??

sekali lagi maaf jika kurang berkenan.

terima kasih
Sutrisman




Pada Sabtu, 29 Oktober 2016 14:58, “Arnold Djiwatampu [email protected] [MASTEL-ANGGOTA]” <[email protected]> menulis:



 

Rekan-rekan yang baik,

Pada akhir minggu sambil bersantai. kiranya tayangan di bawah ini
merupakan informasi yang baru mengenai kemajuan perjuangan Diaspora
Indonesia untuk adanya KG (Kewarganegaraan Ganda) bagi seluruh rakyat
Indonesia, saat dia membutuhkan untuk meraih cita-cita lebih tinggi
dalam kesejahteraan kehidupan mereka sesua yang dicantumkan dalam Pasal
28D UUD45.

Ini salah satu tayangan dari salah satu kelompok Diaspora, Gerakan
Kebaikan Indonesia (GKI), di Kedai KEKINI Jl. Cikini Raya 43/44,
Jakarta, tgl 27 Oktober’16, dengan mengundang santai anggota DPR dari
Komisi I.

https://www.facebook.com/indah.morgan/videos/10154624294553416/

Salam,
APhD

__._,_.___

Posted by: Arnold Djiwatampu <[email protected]&gt;


Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (3)

Have you tried the highest rated email app?

With 4.5 stars in iTunes, the Yahoo Mail app is the highest rated email app on the market. What are you waiting for? Now you can access all your inboxes (Gmail, Outlook, AOL and more) in one place. Never delete an email again with 1000GB of free cloud storage.


———————————————————————-
Mailing List Anggota MASTEL
Dilarang menggunakan kata kasar, mengandung SARA, memfitnah,
bersifat menghasut,spamming,junk mail.
Semua attachment harus mendapat ijin dari Owner atau Moderator.

Owner : [email protected]
Moderator: [email protected]
Untuk mengirim pesan:
[email protected]
Untuk berhenti dari milis kirimkan imel kosong ke:
[email protected]

Sekretariat Mastel
Jl. Tambak Raya No.61 Pegangsaan
Jakarta Pusat 10320

Tlp 021-31908806
Fax 021-31908812
email [email protected]/info@mastel.or.id
https://www.mastel.id/
———————————————————————-

.


__,_._,___