Mastel mencatat bahwa ekosistem digital nasional yang telah mengikuti perkembangan teknologi dan layanan digital belum dimanfaatkan secara optimal oleh negara karena regulasi yang ada kurang mendukung percepatan pelaksanaannya. Perundangan pokok, yaitu UU Telekomunikasi No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan turunannya, tidak lagi cukup mengakomodasikan perkembangan teknologi dan layanan. “Telekomunikasi telah berubah menjadi telematika (telekomunikasi dan informatika), sekarang malahan sudah berubah jadi bisnis digital. Telepon rumah PSTN (Public Switched Telephone Network) menghilang, layanan dasar seluler untuk voice dan sms juga tidak bisa diandalkan pendapatannya. Infrastruktur artinya bandwidth internet, bahkan infrastruktur bukan hanya jaringan internet namun juga pusat data (data center) dan komputasi awan (clouds)…“ demikian menurut Ketua Umum Masyarakat Telematika (MASTEL), Sarwoto Atmosutarno dalam RDPU dengan Komisi I DPR-RI tentang Konektivitas Internet dan Ekosistem Digital, 16 Februari 2022 di Jakarta.
Lebih lanjut dibahas, tidak kebetulan kepemimpinan Indonesia di G20 ada working group tentang ekonomi digital, karena percepatan digitalisasi menjadi kata kunci pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, Indonesia mempunyai kinerja baik di situ untuk sharing dan kolaborasi. Transformasi digital telah merambah seluruh sektor, seluruh Kementerian dan Lembaga terlibat. Orkestrasi memerlukan dirigen yang membuat ekosistem digital bisa dimanfaatkan dengan optimal, dan itu harus diatur di dalam rancangan UU Konvergensi Telematika atau UU Konvergensi Digital. Pemerintah dan Negara masih punya banyak tugas: menutup kesenjangan akses digital di masyarakat (tahun 2021 Fixed Broadband baru 60,84% kecamatan, Mobile BroadBand 55,2% dari 20.341 desa 3T), pemerintahan digital, industri dan perdagangan yang semakin tergantung teknologi digital, membina kesehatan industri telematika, literasi dan talenta digital, kemandirian, keamanan dan kedaulatan digital. Semuanya harus dapat diukur paling tidak dalam digital ekonometrika. Kegiatan ekonomi digital dapat dikategorikan ke dalam kegiatan inti (core), sempit (narrow) dan luas (broaden) tergantung pada proses input – output, juga tingkat ketergantungan pada penggunaan teknologi dan layanan digital, yang terukur dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
Mastel berpendapat, di ruang konvergensi digital semakin jelas bahwa pemerintah dan swasta dapat menjadi penyelenggara sistem elektronik yang tunduk kepada asas-asas pelindungan data pribadi. Badan Layanan Umum untuk kewajiban pelayanan universal dan pengelola Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) seperti Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (BAKTI Kominfo) dapat menjadi contoh Penyelenggara Sistem Elektronik Pemerintah dengan tugas khusus. Sementara itu, dalam diskusi pendalaman, anggota Komisi I DPR Dr. H. Al Muzzammil Yusuf, M.Si. mempertanyakan peran perusahaan teknologi seperti platform Youtube dan lainnya dalam situasi disrupsi TIK terhadap media cetak, radio, tv, harus diatur tidak merugikan penyelenggara akses internet yang ada.
Sarwoto juga menekankan pentingnya birokrasi hilirisasi inovasi digital ke dalam satu pintu yang cepat dan efisien dalam rangka menaikkan daya saing bangsa. Hadir dalam dengar pendapat pengurus Mastel, Ketua Umum APJII Muhamad Arif dan Direktur Eksekutif ATSI Syachrial Syarif, yang menekankan perlunya regulasi yang fair untuk para penyelenggara jaringan dan jasa internet ditengah harga bandwidth internet yang tertekan semakin turun karena kompetisi. Penyelenggara jaringan akan bergerak ke digital bisnis dalam rangka survival, Mastel menekankan perlunya moratorium beban biaya regulasi yang dirasakan semakin berat saat ini, melalui revisi PP No. 80/2015 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Komunikasi Dan Informatika untuk mengakomodir non-cash USO dan revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19/2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah untuk mempercepat transformasi digital nasional melalui pemerataan infrastruktur digital di daerah.
MASTEL juga meminta Pemerintah Daerah ikut berkontribusi dalam membentuk ekosistem digital, salah satunya melalui penyiapan infrastruktur digital berupa pembangunan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) sebagai barang milik daerah yang dapat digunakan secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi.
Pemerintahan digital dan Literasi atau talenta digital menjadi penghela utama daya saing dan suksesnya transformasi digital. Semoga UU Konvergensi ini menjadi legasi pemerintah dan legislatif masa tugas saat ini. Selanjutnya disimpulkan pandangan Mastel akan dijadikan bahan masukan bagi Panja Penyediaan Akses Internet Komisi I DPR-RI dalam membuat rekomendasi terkait penyediaan akses internet.