Ojek Tradisional vs Ojek Online, Apa Bedanya?

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menjelaskan, jika layanan transportasi online tersebut adalah layanan yang menggunakan sistem reservasi, sedangkan ojek tradisional/pangkalan selalu dianggap sebagai kegiatan non-transportasi publik. Menteri yang dulu berkecimpung di dunia transportasi kereta api di Indonesia ini menegaskan bahwa Go-Jek, GrabBike, dan usaha transportasi berbasis aplikasi online sejenisnya boleh beroperasi kembali asalkan mereka mau memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Kementerian Perhubungan.

“Grab Taxi atau apapun namanya boleh saja, sepanjang kendaraannya memiliki izin sebagai transportasi umum (plat kuning), termasuk harus di KIR. Jadi, silakan mengajukan ke dinas perhubungan setempat,” ujar Ignasius.

Kementerian Perhubungan mengambil langkah pelarangan ini karena transportasi yang sudah banyak digunakan oleh masyarakat umum sekarang menggunakan plat hitam dan menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, JA Barata pelarangan tersebut murni karena pertimbangan dalam hal keselamatan transportasi.

Meskipun Go-Jek, dan usaha ojek online lainnya sudah mengukuhkan diri sebagai angkutan penumpang, Barata menyebutkan bahwa transportasi ini tetap tidak termasuk sebagai angkutan penumpang karena kendaraan yang dipakai adalah kendaraan roda dua dan kendaraan ini dinilai paling rawan dari sisi keamanan.

Sedangkan menurut Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono, ketentuan dari angkutan umum harus minimal beroda 3, berbadan hukum dan harus memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum. Kemenhub menjelaskan lewat Djoko, bahwa Kemenhub tidak ada masalah sama sekali dengan bisnis startup digital, namun yang menjadi masalah adalah apabila angkutan pribadi digunakan sebagai angkutan umum yang tidak berizin dan tentu tidak memenuhi ketentuan hukum.

Sementara menurut Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) lewat Ketua KPPU, Syarkawi Rauf menyatakan pihaknya merasa heran dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Menurutnya, pemerintah tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang justru dinilai mendiskriminasikan pelaku usaha baru di dalam bidang yang terbilang baru juga.

“Tidak boleh ada kebijakan pemerintah yang mendiskriminasikan pelaku usaha untuk melarang usaha. Pelarangan itu bisa diskriminasi. Ini pelarangan kuat,” tegas Syarkawi.

KPPU menilai ada perlakuan tidak adil antara transportasi berbasis online dan tradisional, dan telah terjadi persaingan usaha yang tidak sehat. KPPU pun mendeklarasikan diri menjadi wasit dalam kasus ini dan akan melakukan investigasi.

“Senin depan (21/12/2015) saya perintahkan ke bagian Deputi Pencegahan untuk memanggil Go-Jek, dkk untuk meminta keterangan agar bisa memberikan saran pemerintah terkait diskriminasi itu,” ujar Syarkawi.

Aplikasi layanan transportasi berbasis online ini bisa beroperasi kembali atau bersifat legal jika kendaraan yang dipakai memiliki izin sebagai kendaraan transportasi umum atau berplat kuning dan di KIR, serta harus mengajukan perizinan ke dinas perhubungan setempat. Transportasi ini dianggap ilegal karena tidak sesuai dengan UU 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan serta regulasi turunannya. [MFHP]