Jakarta – Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) hari ini, Rabu, 21 November 2018, kembali menyelenggarakan konferensi pers terkait revisi PP 82/2012 yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Konferensi pers tersebut dihadiri oleh sejumlah media cetak dan elektronik serta anggota MASTEL yang merupakan perwakilan dari asosiasi, perusahaan dan juga sejumlah anggota indivdu.
MASTEL menyatakan keberatan akan rencana pemerintah merevisi PP No.82/2012 tersebut karena belum bisa dipahami apa yang menjadi dasar revisi, urgensi serta substansinya.
Menurut Bapak Kristiono, Ketua Umum Mastel, PP No.82/2012 telah memasuki tahun ke-enam masa transisi yang ditetapkan dalam ketentuan peralihan, Mastel menilai seharusnya pemerintah memberlakukan secara utuh bukan malah mendorong revisi.
Dari hasil analisa MASTEL memperlihatkan bahwa Negara berpotensi merugi Rp85,2 triliun apabila mengabaikan keberadaan pusat data di Indonesia. Oleh karen itu PP No.82/2012 dinilai telah berdampak positif bagi industri nasional.
Selain itu, Ketua Umum Mastel Bapak Kristiono juga menjelaskan bahwa Kominfo menyebutkan ada tiga alasan mengapa pemerintah melakukan revisi PP tersebut.
Alasan pertama adalah PP No. 82 tahun 2018 belum berjalan, kedua adalah Indonesia belum memiliki cukup ekosistem terkait pengelolaan data di dalam negeri, dan ketiga adalah aturan ini akan merugikan ekonomi nasional.
Lebih lanjut Kristiono menjelaskan alasan pertama, yakni PP No.82 tahun 2012 tidak berjalan, justeru kebalikan dengan situasi di lapangan. Para perusahaan disektor terkait dinilai sudah menjalankan regulasi yang dirilis 6 tahun lalu tersebut yang terlihat dari masuknya investasi dibidang tersebut.
Untuk alasan kedua, yakni Indonesia belum memiliki cukup ekosistem, juga dinilai tidak sesuai realisasi yang justru menunjukkan perkembangan ekosistem. PP no 82 tahun 2012 menurutnya menjadi pendorong perkembangan nilai pasar perusahaan-perusahaan sektor pengelolaan data di Indonesia.
“Dengan adanya aturan ini, market value dan pertumbuhan internet Indonesia berkembang menjadi terbesar se-Asia Tenggara,” kata Kristiono.
Begitu juga dengan alasan yang ketiga, justru akan membuat kerugian besar bagi ekonomi Indonesia. Dia berpendapat jika kewajiban membuat data center direlaksasi, justeru akan merugikan ekonomi nasional karena perusahaan asing akan enggan melakukan investasi fisik pusat data di dalam negeri.
“Itu terbalik, karena kalau PP No. 82 tahun 2012 direvisi malah bisa merugikan ekonomi nasional. Karena itu kami mohon supaya revisi ini dibicarakan kembali sebelum disahkan. Jangan sampai merusak situasi investasi yang sudah mulai membaik,” pungkasnya.
Referensi: Telset