Tantangan Dalam Wujudkan Ekonomi Digital di Indonesia

Jakarta – Pada sebuah gelaran diskusi refleksi akhir tahun yang diselenggarakan pada Rabu, 20 Desember 2016, di Jakarta. Para pembicara mengemukakan bahwa untuk mewujudkan ekonomi digital yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidaklah mudah, seperti dilansir dari detikINET.

Pemerintah memang tengah mendengungkan tema ekonomi digital yang tujuannya adalah membangkitkan industri kreatif berbasis konten, aplikasi dan keahilian digital dapat menjadi nilai yang mendukung dalam persaingan dengan negara lain.

Namun, pemerintah juga harus memberikan dukungannya, jadi tidak hanya sekedar menggaungkan tema ekonomi digital. Salah satu bentuk dukungan adalah dengan menyediakan infrastruktur yang dapat membuat ekonomi digital tersebut berkembang.

“Itu sebabnya, segera tata ulang kebijakan jaringan pita lebar,” kata Nonot Harsono selaku chairman Mastel Institute dan juga mantan regulator telekomunikasi, seperti dikutip dari detikINET.

Nonot juga menambahkan apabila nanti Indonesia memasuki jaringan 5G tentunya akan ada tantangan yang dihadapi. Misalanya bagaimana cara menata jaringan, backhaul dan acces yang tepat agar manfaatnya bisa secara maksimal dirasakan.

Pada kesempatan yang sama pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menyampaikan bahwa saat ini para pelaku industri telekomunikasi seringkali mempersoalkan peraturan yang memang masih belum sesuai teknologi seluler yang saat ini berkembang.

“Yang harus dilakukan oleh Revisi UU No.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, dan atau segera sahkan perubahan PP No.52 dan 53 tahun 2000,” kata Agus.

Agus juga menambahkan bahwa peranan Kemenkominfo dalam melindungi dan melayani kebutuhan masyarakat penting, sehingga dapat tercipta sebuah lingkungan bisnis telekomunikasi yang penuh kepastian dan persaingan produk-produk pun akan menjadi lebih kompetitif. Selama ini ia melihat ada kebijakan publik yang memihak kepada salah satu operator telekomunikasi dengan alasan nasionalisme. Padahal tidak sepenuhnya operator tersebut milik Indonesia.

Ia juga memberikan saran agar ada koordinasi antar kementerian ataupun lembaga dengan dukungan sistem online, sehingga lebih transparan dan dapat dipercaya. Ini tentunya akan membantu dua aturan tersebut dapat diterapkan dengan semestinya.

Nonot juga melihat bahwa tantangan terbesar yaitu cara menciptakan sebuah keharmonisasian, sehingga menyebabkan investasi menjadi boros. Contohnya saja seperti network sharing, ini akan membantu memperkecil resiko dan wilayah yang tadinya tidak layak untuk investasi menjadi layak.

Ia juga membahas mengenai kebijakan cost-sharing, karena dengan adanya cost-sharing di berbagai infrastruktur sharing merupakan solusi bagi para stakeholder industri telekomunikasi agar makin sehat berkompetisi. Cost-sharing juga merupakan sebuah gotong royong dari industri telekomunikasi, dimana setiap tahunnya dana yang terkumpul dari kontribusi USO mencapai hampir Rp 2 Triliun.

“Dengan kata lain, cost-sharing ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk dengan skema win-win solution,” jelas Nonot.

Para konsumen nantinya akan merasa puas serta efisiensi bisa terwujud apabila dari sisi regulasi dan penerapannya cost sharing bisa dijalankan.(hh)