[MASTEL-ANGGOTA] Industri Telekomunikasi Sudah Sunset [1 Attachment]

 

Pertanyaan besarnya:
  1. Benarkah dengan network sharing layanan telekomunikasi menjadi lebih murah? Seringkali kata ‘murah’ hanya jadi lipservice, penuh harapan palsu (PHP), janji politisi “jika sudah goal/jadi, pasti lupa”
  2. Nerwork sharing itu antar siapa dengan siapa? Jaringan milik siapa digunakan bersama oleh siapa saja?
  3. Untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi bergerak selular, kecuali Sampoerna Telekom (setahu saya izin layanan hanya wilayah Jawab Barat, Banten dan Sumatera Bagian Selatan) dan penyelenggara BWA, apakah ada yang izin cakupan pelayanannya tidak nasional (hanya regional atau wilayah tertentu saja?
  4. Jika semua operator selular memiliki izin penyelenggaraan jaringan dengan cakupan nasional, mengapa ketika ada operator tidak memenuhi kewajiban pembangunan secara nasional tidak dikenakan sanksi? Kenapa dibiarkan saja? Apakah tidak ada ketetuan Regulasi (UU dan peraturan pelaksanaan) yang substansinya tentang sanksi kepada operator yang tidak membangun jaringan telekomunikasi sesuai izin yang dimilikinya?
  5. Apa kriteria akademis dan praksis bahwa suatu industri (dalam hal ini telekomunikasi) telah sunset? Bila dikatakan sunset apakah ini berarti layanan jasa telekomunikasi sudah tidak diperlukan lagi? Memang ada layanan jasa telekomunikasi yang telah padam ditelan zaman (misal: layanan paging) namun bukankah orang masih butuh bicara? Sampai mau matipun orang butuh bicara, bukan?
  6. Bila dikatakan industri jasa telekomunikasi masih monopoli, dan bila pernyataan ini benar, bukankah hal ini berarti kita semua (Pemerintah, regulator, Masyarakat dan Bisnis) telah gagal melaksanakan UU 36/1999 yang mengamanatkan diakhirinya monopoli penyelengaraan telekomunikasi?
  7. Jika mengelak untuk diberi atribut gagal menjalankan UU 36/1999, lalu mengapa masih ada monopoli? Apakah benar masih ada monopoli? Mungkinkah monopoli masih ada karena pemain pendatang baru tidak sepenuh hati dalam membangun dan menyediakan pelayanan? Atau apakah karena incumbent memang kuat, sungguh-sunguh membangun, namun keras kepala, susah diatur?
Saya berpendapat, perubahan regulasi, baik UU, PP, Perpress, Keppres, Permen, Kepmen, Kepdirjen, dll, itu hal biasa, normal-normal saja. Lantas mengapa ide perubahan PP 52 dan 53 ini menggoyang lapangan sehingga menjadi panas bergejolak, penuh intrik, pro dan kontra, dukung-tolak, yang diam-diam maupun yang vokal di media massa?
Dalam WA Group para insinyur elektro diposting berita mengenai adanya kepentingan besar yang berasal dari negeri tirai bambu di balik ide perubahan kedua PP ini. benarkah demikian?
Benar atau tidak, yang pasti: perubahan akan terus terjadi. Persoalannya sekarang apakah perubahan ini akan membawa kesejahteraan bagi majoritas orang Indonesia (pengguna jasa telekomunikasi)? Atau hanya segelitir orang Indonesia (para pengusaha dan pejabat negara)? Atau hanya untuk menyenangkan calon investor asing? Selanjutnya barangkali perlu dipikirkan juga, apakah konsekuensi perubahan ini akan menghasilkan perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dalam negeri mampu hidup tumbuh berkembang atau sebaliknya dibuat tumbang, bergelimpang, dimakan kumbang yang jauh terbang dari negeri seberang.
Salam dan Sejahtera Untuk Kita Semua
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi
(ngakunya anggota MASTEL, namun lupa apakah sudah bayar iuran anggota, atau belum)

From: <[email protected]> on behalf of “‘SetYanto’ [email protected] [MASTEL-ANGGOTA]” <[email protected]>
Reply-To: <[email protected]>
Date: Wednesday, October 26, 2016 at 1:50 PM
To: <[email protected]>
Cc: <[email protected]>
Subject: [MASTEL-ANGGOTA] Industri Telekomunikasi Sudah Sunset
 

Benarkan pendapat ini ? Silahkan didiskusikan sebelum saya teruskan ke mas Agus Pambagio.

 

Sps

+++

Industri Telekomunikasi Sudah Sunset

Ardhi Suryadhi – detikinet

Rabu, 26/10/2016 10:30 WIB

Jakarta – Industri telekomunikasi tengah diramaikan polemik revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. Pro kontra komentar terus memanaskan isu ini.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, kedua aturan itu memang sudah saatnya untuk direvisi guna mengantisipasi perubahan yang terjadi pada industri telekomunikasi.

“Di dunia ini industri telekomunikasi sudah sunset makanya harus sharing. Dengan sharing maka penetrasi telekomunikasi akan cepat dan pemerintah akan lebih mudah melakukan perannya melalui sarana digital,” ujar Agus saat berbincang dengan detikINET.

Kondisi sunset yang dimaksud Agus yakni industri telekomunikasi sudah bukan lagi menjadi industri yang padat untung seperti 10-15 tahun lalu. Sehingga kalau manajemen tidak kreatif dalam mengelola belanja modal (capex),
biaya operasi (opex) dan regulasi tidak mendukung, maka korporasinya bisa bermasalah.

Efisiensi, kreatif disertai regulasi yang mendukung untuk berkembang secara fair menjadi kunci utama saat ini bagi industri telekomunikasi untuk bisa berkelanjutan.

Untuk menunjang keberlangsungan industri telekomunikasi di tengah minimnya penguasaan teknologi dan resesi ekonomi dunia yang terus berkepanjangan, pemerintah harus muncul dengan pengaturan regulasi yang tegas, cerdas dan memberikan ruang industri untuk terus tumbuh bersama konsumen secara efisien bukan monopoli.

Dalam polemik ini, operator yang dominan disebut sebagai kubu yang menolak network sharing. Lantaran pemain dominan merasa sudah mengeluarkan investasi besar untuk membangun infrastruktur jaringannya.

Nah, terkait hal itu, Agus melihat sejatinya operator dominan tak perlu terlalu khawatir. Sebab perjanjian network sharing antar operator harus dilakukan secara business to business.

“Jadi tinggal dihitung saja. Yang tidak dominan harus mau berbisnis atau bayar. Di sini pemerintah tidak perlu ikut campur,” lanjutnya.

Menggoyang Ombudsman

Selain itu, Agus pun mengkritisi sikap Ombudsman yang menyarankan Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52/2000 dan PP 53/2000 tentang telekomunikasi karena diyakini cacat prosedur.

Dimana kala itu, anggota Ombudsman Alamsyah Saragih memaparkan ada 6 potensi maladministrasi atau cacat prosedur dalam proses revisi kedua PP tersebut.

1. Pengabaian partisipasi publik
2. Pelayanan yang diskriminatif
3. Menutup informasi tanpa mempertimbangkan kepentingan publik
4. Merugikan keuangan negara
5. Pengabaian terhadap kecenderungan praktik pemegang lisensi broker
6. Perlakuan istimewa terhadap operator

“Gak masuk akal. Mereka (Ombudsman-red.) bisa dianggap menghambat. Dari sisi mana dibilang mengabaikan partisipasi publik kan justru supaya publik bisa mendapatkan tarif murah,” cecar Agus.

Ia melanjutkan, soal tudingan pelayanan yang diskriminatif justru sekarang dinilai diskriminatif karena tidak di-share. Khususnya di pasar luar Jawa yang dikuasai sampai 80% oleh pemain dominan dan menghambat pemain lain.

“Untuk poin ketiga, gak jelas apa yang dimaksud dengan menutup informasi. Kan justru semua bisa mengakses dengan tarif yang lebih murah. Tren dunia begitu,” lanjutnya.

Sedangkan tudingan merugikan keuangan negara, Agus menilai interkoneksi bukan pendapatan. Tidak boleh karena itu kewajiban. “Jadi (tudingan) rugi Rp 50 triliun itu bohong,” tegasnya.

Poin kelima yang dianggap pengabaian terhadap kecenderungan praktik pemegang lisensi broker dianggap Agus tidak jelas apa maksud Ombudsman.

“Keenam, justru yang sekarang ada perlakuan istimewa dengan alasan ini masih mayoritas milik RI, padahal tidak. RI cuma sekitar 34,5%, asing 35%, sisanya publik. Jadi siapa yang rewel dan menikmati monopoli?” pungkasnya. (ash/fyk)

 

__._,_.___

View attachments on the web


Posted by: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi <[email protected]&gt;


Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (4)

Have you tried the highest rated email app?

With 4.5 stars in iTunes, the Yahoo Mail app is the highest rated email app on the market. What are you waiting for? Now you can access all your inboxes (Gmail, Outlook, AOL and more) in one place. Never delete an email again with 1000GB of free cloud storage.


———————————————————————-
Mailing List Anggota MASTEL
Dilarang menggunakan kata kasar, mengandung SARA, memfitnah,
bersifat menghasut,spamming,junk mail.
Semua attachment harus mendapat ijin dari Owner atau Moderator.

Owner : [email protected]
Moderator: [email protected]
Untuk mengirim pesan:
[email protected]
Untuk berhenti dari milis kirimkan imel kosong ke:
[email protected]

Sekretariat Mastel
Jl. Tambak Raya No.61 Pegangsaan
Jakarta Pusat 10320

Tlp 021-31908806
Fax 021-31908812
email [email protected]/info@mastel.or.id
https://www.mastel.id/
———————————————————————-

.


__,_._,___