Wujudkan Kedaulatan Indonesia Melalui Penguasaan Ekosistem Digital

Jakarta (12/12/2019) – Dalam rangka merayakan hari jadinya yang ke-26, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) menyelenggarakan acara hari ulang tahunnya pada tanggal 12 Desember 2019 bertempat di Auditorium Lt. 6, Telkomsel Smart Office, Jalan Jend. Gatot Soebroto Kav. 52, Jakarta.

Pada dialog yang diadakan dalam rangka HUT Mastel ke-26 tersebut, Ketua Umum Mastel Bapak Kristiono menyoroti isu percepatan penggelaran jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia, khususnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil di Indonesia.

Dalam sambutannya, Ketua Umum MASTEL, Bapak Kristiono memaparkan bagaimana sesungguhnya penguasaan ekosistem digital itu menjadi isu amat penting sebagai wujud kedaulatan Indonesia untuk menopang pembangunan digital ekonomi. Di tengah perkembangan teknologi cyber yang begitu pesat, ada kondisi yang jika kita baca secara seksama menunjukkan adanya ancaman terhadap kedaulatan nasional kita. Pada ranah cyber, regulasi internet kita secara spesifik hampir tidak bisa me-recognize sovereignty, bahkan secara teritori seakan tidak ada batasan, nyaris borderless; tanpa aturan.

Menurutnya, di tengah perkembangan teknologi cyber yang begitu pesat, ada kondisi yang jika dibaca secara seksama menunjukkan adanya ancaman terhadap kedaulatan nasional.

Kondisi ini menjadi persoalan serius negara kita. Beberapa fenomena Over-The-Top (OTT) bahkan bersifat asismetris secara regulasi. Layanan yang sama dilakukan oleh pemain global dan provider lokal, yang menyebabkan unfair regulation. Pemain global tidak tersentuh kewajiban apapun, sedangkan provider lokal memikul banyak beban regulasi. Seolah pemain global hadir berjualan di wilayah Indonesia tanpa aturan main apapun.

Dari kondisi tersebut isu kedaulatan itu hadir. Dalam konteks ini, kehadiran negara menjadi penting memberi aturan, untuk memastikan bahwa kompetisi yang terbangun adalah kompetisi dengan prinsip fairness. Sayangnya, hingga saat ini, aturan tersebut belum ada. Jika tidak disikapi, maka akan berdampak pada melemahnya industri telekomunikasi nasional.

Kondisi lain yang juga kita alami yang disebabkan ketiadaan aturan, adalah kesulitan yang dialami Kementerian Keuangan, karena tidak bisa mengambil tindakan pajak dari berbagai platform global yang tidak hadir secara fisik di Indonesia, semua berada di luar. Sehingga kita kehilangan potensi ekonomi yang harusnya bisa diperoleh. Hingga saat ini tidak ada solusi kongkrit, bagaimana kita memperoleh manfaat dari peluang ekonomi yang ada.

Tentunya dengan kondisi-kondisi tersebut tidak boleh membuat kita pesimis, harus ada optimisme. Kita harus melakukan langkah-langkah kongkrit. Dengan memberikan masukan kepada Pemerintah dan DPR, karena regulasi adalah sesuatu yang penting untuk memastikan ekosistem pembangun ekonomi kita berada dalam kondisi sehat. Dengan begitu kita bisa menghadirkan ekosistem ekonomi yang kuat, yang berlandaskan pada kedaulatan nasional dengan tetap menggunakan perspektif kolaboratif global.

Pada acara dialog yang dilakukan menjadi 3 sesi itu, menghadirkan sejumlah narasumber baik dari instansi/lembaga pemerintahan dan juga perusahaan teknologi global dan lokal. Hadir sebagai narasumber Bapak Dr. Muhammad Dimyati, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristek, Bapak Ir. Kennedy Simanjuntak, MA., Deputi Sarana & Prasarana, Bappenas, Bapak Eddy Satriya, Asisten Deputi Utilitas, Kemko Perekonomian, Bapak Hari S. Sungkari, Deputi Infrastruktur Badan Parekraf, Bapak Ananto Kusumaseta, SAM Inovasi Kemdikbud, Bapak R. Janu Suryanto, Direktur Industri Elektronika dan Telematika, Kemenperin,Ibu Putri Alam, Head of Public Policy Google Indonesia, Bapak Ario Adimas, VP Marketing for Entertainment Business PT Global Loket Sejahtera (LOKET), Bapak Ir. Ikmal Lukman, MBA, Deputi Bidang Perencanaan, BKPM, Bapak Jamalul Izza, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.

Melalui dialog nasional, MASTEL mengajak para pihak untuk mendiskusikan kembali regulasi-regulasi apa yang sebenarnya masih kita butuhkan dan apa yang cukup diefektifkan melalui law enforcement.

Selanjutnya menyamakan perspektif terkait kedaulatan di ranah cyber, karena pasti ada perbedaan perspektif. Tapi setidaknya kita bisa membangun perspektif yang sama dalam lingkup kepentingan nasional. Sehingga menyikapinya dengan sama, dan bertindaknya pun sama.(hh)