Jakarta – Pelaksana Tugas Gubernur DKI, Sumarsono pada hari Selasa, 17 Januari 2017, menyampaikan alasan mengenai dihentikannya kewajiban RT/RW melapor melalui aplikasi pengaduan Qlue kepada Pemprov DKI.
Sebelumnya informasi mengenai hal tersebut sempat di umumkan melalui aplikasi Qlue beberapa waktu yang lalu, seperti dilansir dari detikINET.
Menurut Sumarsono, penggunaan aplikasi Qlue untuk RT dan RW dihentikan, oleh karena itu insentif sebesar Rp 10 ribu yang sebelumnya diberlakukan untuk setiap pelaporan dihentikan juga.
“Alasannya jelas, RT RW adalah pengabdian terhadap masyarakat, dia adalah penokohan, nggak butuh pengakuan Rp 10 ribu per laporan. Dua pengabdian masyarakat itu tidak perlu diberikan gaji atau insentif berupa uang,” ujar Sumarsono di Balai Kota DKI Jakarta, seperti dikutip dari detikINET.
Dalam penjelasannya ia juga menambahkan bahwa adanya kewajiban lapor tersebut telah dihentikan ketika ia belum menjadi Pelaksana Tugas Gurbernur. Bahkan ia sendiri belum mengetahui apakah peraturan tersebut memang dicabut atau sekedar dihentikan sementara saja.
“Bukan saya yang cabut, orang saya datang sudah ada. Jadi saya masuk barang itu sudah ada, jadi enggak dipakai lagi. Saya enggak tahu prosesnya, tapi waktu saya masuk udah enggak berlaku, pending mungkin, yang jelas tidak ada dilaksanakan,” ujarnya.
Ia juga melihat dengan adanya peraturan tersebut, bisa jadi telah membuat tersinggung para RT dan RW yang merasa tidak dihargai karena ketokohannya. Namun, dihargai dari jumlah insentif yang mereka terima.
Untuk itulah Sumarsono melihat pengakuan ketokohan masyarakat terhadap posisi RT dan RW adalah lebih utama ketimbang nilai uang sebesar Rp 10 ribu. Lagi pula RT dan RW tidak seperti buruh atau karyawan yang wajib mentaati peraturan dan juga Upah Minimum Provinsi (UMP).
Disamping itu adanya pelaporan melalui Qlue juga telah menimbulkan banyaknya protes dari para RT dan RW kepada Basuki Tjahaja Purnama ketika ia masih menjalankan tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta. Didalam protes tersebut para RT dan RW menyampaikan harga diri mereka terhina dengan adanya peraturan itu.
“Sekarang RT/RW sudah tenang, kalau dulu demo terus dan biasanya bersurat ke Kemendagri yang membuat konflik terjadi. Sekarang kami redam, kerja seperti biasa, wajib melaksanakan kerukunan,” tegasnya.(hh)