Sebuah kegiatan untuk usaha yang berbasis teknologi telah diadakan, terselenggaranya kegiatan tersebut atas kerja sama Balai Inkubator Teknologi bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Dalam kegiatan tersebut diadakan bimbingan bagi warga masyarakat sebagai upaya meningkatkan perkembangan pengusaha berbasis teknologi yang lebih di kenal dengan istilah “technopreneur”.
Ketua Yayasan Pengembangan Teknologi Indonesia, Marzan A Iskandar mengatakan, sekarang ini jumlah technopreneur di Indonesia hanya baru sekitar 1,65 persen. Makanya diperlukan adanya dukungan sehingga jumlah minimal yang diperlukan sebanyak 2 persen bisa tercapai.
Marzan kemudian mengambil gambaran seperti negara Singapura, disana sudah sampai 7 persen, Malaysia 5 persen, kemudian Thailand 3 persen. Jadi bisa dilihat bahwa jumlah yang ada di Indonesia sekarang ini masih jauh tertinggal dibanding negara ASEAN lainnya.
Padahal kita ketahui sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia benar-benar banyak, dan ini padahal bisa digunakan sebagai sebuah kesempatan untuk rakyat Indonesia dalam menggunakannya dengan dibantu oleh pembaruan secara terus menerus di sektor teknologi.
Marzan juga mengatakan semestinya rakyat Indonesia terutama generasi mudanya bisa mengetahui bahwa menjadi pengusaha berbasis teknologi bisa dijadikan sebuah karir yang baik. Maka dari itu banyak univeritas sudah menyertakan technopreneur ini dalam bagian mata kuliah mereka.
Tatang Akhmad Taufik, selaku Deputi Kepala BPPT bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi menginformasikan bahwa tahap permulaan dari BIT bersama dengan BPPT nanti akan mengadakan sebuah workshop dengan tema “Technopreneur Camp 2016” yang melibatkan pesertan berasal dari masyarakat luas serta mahasiswa.
Tatang juga menjelaskan bagaimana cara untuk mengikuti workshop tersebut, para peserta akan dipanggil sesudah mereka mengirimkan rancangan usaha mereka ke BPPT. Pengajuan rancangan usaha tersebut dapat dilakuka melalui website BIP-BPPT serta TBIC (Technology Business Incubation Center) di Puspitek Serpong. Saat ini sudah ada sekitar 126 rancangan usaha yang diterima, sementara nanti yang diundang hanya 100 peserta saja.
Kemudian setelah itu akan dilakukan seleksi pada rancangan usaha yang telah masuk, hanya peserta yang lolos seleksi saja yang dapat masuk ke dalam inkubasi. Pada masa inkubasi para peserta bakal di berikan bimbingan serta latihan sehingga nantinya bisa jadi seorang technopreneur yang mandiri.
Penilaian yang digunakan pada tahapan seleksi tersebut adalah permasalahan, produk, kapasitas dari calon technopreneur, proyek usaha, dan juga Hak Kekayaan Intelektual serta sertifikasinya.
Kebanyakan peserta adalah para pemula di bidang usaha serta masih kurang dalam memanfaatkan teknologinya. Tapi disisi lain mereka mempunyai ide-ide yang baik dan dapat ditingkatkan. Jadi melalui workshop nanti ide-ide mereka itu bisa dijadikan sebuah produk nyata.
Tentunya masalah permodalan sudah menjadi hal yang mendasar dalam sebuah pengembangan usaha. Maka sesudah proses inkubasi nanti dipastikan ada lembaga pembiayaan dan juga bank yang bersedia menjadi mitra usaha dari para peserta yang berhasil.
Selama periode inkubasi BIT serta BPPT juga memberikan masukan berupa biaya tapi lebih sebagai bentuk dorongan saja. Contohnya apabila ada usaha yang bergerak dibidang makanan dan memerlukan tes dari POM, untuk ini dana akan dibantu. Sementara yang berkonsentrasi di usaha animasi dan IT, dana untuk mempatenkan produk mereka juga akan dibantu.
Beberapa ada yang sudah sukses dan berhasil sebagai Technopreneur, misalnya seperti pembuatan makan kemasan siap saji, dimana sekarang telah digunakan oleh BNPB serta BPBD pada waktu kejadian bencana alam. Kemudian ada juga yang berhasil dengan aplikasi buatannya yang bisa merubah bunyi suara jadi tulisan, dan ini sudah digunakan oleh KPK, dan masih banyak cerita sukses lainnya.
Sri Setiawati selaku Kepala Puspitek menyampaikan bahwa setiap peserta yang mengikuti proses inkubasi bisa mempelajari hal baru dari yang dia kerjakan, nanti dia akan dapat mengetahui kekurangan-kekurangannya pada saat implementasi di lapangan. Dimana harus ada perbaikan yang perlu dilakukan, dan juga mengetaui bahwa dengan melakukan riset dia dapat mengembangkan lebih baik produknya.
Sri juga mengatkan, modal utama yang harus dimiliki seorang technopreneur adalah kemauan. Untuk sebuah keberhasilan maka ini harus dimiliki oleh setiap technopreneur. Bisa segera bangun dari sebuah kegagalan merupakan tanda suksesnya seorang technopreneur.
Silahkan berikan tanggapan atau komentar anda di Forum.