Setelah sebelumnya sistem kecerdasan buatan mampu mendeteksi kanker paru-paru, kini algoritma pemelajaran mesin telah mampu memprediksi serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung dengan tingkat akurasi 90 persen. Kemampuan ini telah menyalip kemampuan praktisi manusia.
Menurut Verdict, dengan menggunakan data dari 950 pasien dengan nyeri dada, para peneliti dari Universitas Turku, Finlandia, mampu melatih algoritma untuk mengidentifikasi pola yang menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi untuk timbulnya serangan jantung dan kematian terkait penyakit jantung.
Hasil dari pasien ini diteliti selama periode enam tahun, yang berarti para peneliti dapat mengetahui dengan pasti apakah prediksi itu akurat atau tidak.
Dengan adanya kemampuan memprediksi kemungkinan pasien akan mengalami serangan jantung dapat membantu praktisi medis mempersonalisasikan perawatan yang lebih baik. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Sekitar 610.000 orang meninggal karena penyakit jantung setiap tahunnya di Amerika Serikat.
“Kemajuan ini jauh melampaui apa yang telah dilakukan dalam dunia kedokteran, di mana kita perlu berhati-hati tentang bagaimana kita mengevaluasi risiko dan hasil. Kami memiliki data tetapi kami belum menggunakannya secara maksimal,” ujar Dr Luis Eduardo Juarez-Orozco, dari Turku PET Center, Finlandia
Temuan ini dipresentasikan kemarin pada Konferensi Internasional tentang Kardiologi Nuklir dan CT Jantung (ICNC) di Lisbon, Portugal.
Untuk menguji algoritme, para peneliti mulai dengan mengumpulkan data pasien yang dapat mengindikasikan penyakit arteri koroner. Dengan menggunakan pemindaian tomografi koroner terkomputasi koroner (CCTA), para peneliti mengumpulkan 58 lembar data tentang adanya plak koroner, penyempitan pembuluh darah dan kalsifikasi.
There were 24 heart attacks and 49 deaths during an average six-year follow-up of these patients.
Pasien yang tampaknya lebih mungkin memiliki penyakit jantung akan menjalani pengujian lebih lanjut di mana ada 17 variabel data dikumpulkan.
Dengan mengetahui hasilnya, peneliti dapat memasukkan semua 85 variabel ke dalam algoritma pembelajaran mesin. Kemudian algoritme akan melakukan analisa berulang kali pada variabel-variabel tersebut guna mencari pola dalam pemindaian yang mengindikasikan kecenderungan lebih tinggi untuk munculnya serangan jantung.
“Algoritma ini secara progresif belajar dari data dan setelah banyak putaran analisis, ia akan menemukan pola dimensi tinggi yang harus digunakan secara efisien untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki kejadian tersebut. Hasilnya adalah skor risiko individu, ” jelas Dr Juarez-Orozco.
“Kami juga menemukan bahwa pemelajaran mesin dapat mengintegrasikan data ini dan secara akurat memprediksi risiko individu. Sehingga ini memungkinkan kita untuk mempersonalisasikan pengobatan dan pada akhirnya mengarah pada hasil yang lebih baik bagi pasien, ” lanjutnya.
ICNC diselenggarakan berkat kerjasama dengan American Society of Nuclear Cardiology (ASNC), Asosiasi Eropa Pencitraan Kardiovaskular (EACVI) dari European Society of Cardiology (ESC) serta European Association of Nuclear Medicine (EANM).(hh)