Peneliti Kembangkan Laser Untuk Koneksi Internet Bawah Laut

Berkomunikasi di dalam air memang merupakan hal yang sulit, namun pengiriman data melalui berkas cahaya di dalam perairan dapat memungkinkan penyelam untuk mengirimkan rekaman dari bawah laut ke permukaan secara langsung.

Gelombang radio hanya dapat mengirimkan data pada jarak yang pendek, transmisi akustik atau ‘”think sonar” seringkali menjadi pilihan untuk komunikasi bawah laut dan memiliki kelemahan dalam segi kecepatan data.

Dilansir dari situs web spectrum.ieee.org, para peneliti dari Abdullah University of Science and Technology (KAUST) di Thuwal sedang mengembangkan Wi-Fi agar bisa digunakan di bawah laut.

Peneliti telah membangun sebuah sistem nirkabel bawah air yang disebut Aqua-Fi, mengombinasikan laser dan beberapa komponen yang sudah tersedia untuk menciptakan koneksi nirkabel dua arah untuk perangkat bawah air. Sistem ini sepenuhnya mengikuti standar nirkabel IEEE 802.11, yang berarti dapat dengan mudah terhubung dan menjadi bagian dari internet yang lebih luas.

Salah satu profesor ilmu komputer di KAUST, Basem Shihada mengatakan Aqua-Fi berawal dari percobaan yang dilakukan para peneliti KAUST di tahun 2017, ketika mereka menggunakan laser biru untuk mentransmisikan file sebesar 1.2 gigabit di bawah air. Namun hal tersebut tidak terlalu menarik. Ide tersebut yang mendorong tim untuk memulai mengembangkan komunikasi dua arah dengan tujuan membangun suatu sistem yang dapat mengirimkan file beresolusi tinggi.

Tim peneliti mengatakan menggunakan LED dan bukan laser pada desain pertama mereka, namun ternyata LED tidak cukup kuat untuk kecepatan data yang tinggi. Dengan LED, pancarannya terbatas pada jarak 7 meter dan kecepatan datanya hanya 100 kilobits per detik.

Prototype Aqua-Fi saat ini menggunakan LED atau laser hijau dan biru untuk mengirimkan data dari sebuah komputer dan mengalami peningkatan, mereka mampu mencapai 2.11 megabits per detik dengan jarak lebih dari 20 meter.

Secara khusus, tim peneliti menggunakan Raspberry Pi sebagai modemnya. Raspberry Pi mengubah sinyal wireless menjadi sinyal optik. Laser yang ditembakkan ke receiver yang terpasang ke pelampung di permukaan. Kemudian, teknik komunikasi yang digunakan untuk mengirim sinyal ke satelit yang mengorbit. Untuk perangkat bawah air yang menerima data, prosesnya hanya kebalikannya saja.

“Ini adalah pertama kalinya seseorang menggunakan internet di bawah laut yang sepenuhnya tanpa menggunkan kabel,” kata Shihada.

Shihada mengatakan bahwa saat ini, sistem tersebut masih terbatas oleh kemampuan dari Raspberry Pi. Sirkuit yang bertugas mengubah sinyal optik dan nirkabel pernah terbakar dua kali, saat mereka menggunakan laser yang terlalu kuat.

Shihada menambahkan agar susunan dapat menangani laser yang lebih kuat sehingga bisa berkomunikasi lebih jauh dan mentransmisikan data yang lebih banyak, Raspberry Pi harus diganti dengan modem optik yang dibuat secara khusus. Pancaran laser harus tepat sasaran, gangguan sedikit saja di dalam air dapat mengganggu pancaran laser.

Bahkan dengan terbatasnya kemampuan Raspberry Pi, peneliti KAUST dapat menggunakan Aqua-Fi untuk melakukan panggilan Skype dan mengirim file.

Para peneliti KAUST sedang mempertimbangkan dua opsi untuk menyelesaikan masalah penjajaran laser tersebut. Yang pertama, adalah dengan menggunakan teknik yang sama dengan “photonic fence” yang dikembangkan untuk membunuh nyamuk. Laser berdaya rendah akan memindai reseptornya.(na/hh)