Selasa (22/12/2015), Presiden Joko Widodo secara resmi menyampaikan naskah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU Revisi UU ITE) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lewat surat dengan nomor R-79/Pres/12/2015 tanggal 21 Desember 2015, Presiden menugaskan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan Revisi UU ITE bersama dengan DPR RI.
Menurut Menkominfo Rudiantara, Revisi UU ITE adalah komitmen dari pemerintah untuk menanggapi aspirasi masyarakat yang menghendaki perubahan terhadap sejumlah ketentuan yang berpotensi membelenggu kebebasan berpendapat melalui sistem elektronik.
“RUU ini telah dipersiapkan selama setahun terakhir dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat maupun unsur pemerintah yang berkepentingan dengan penerapan UU ITE,” jelas Rudiantara.
Tujuan dari Revisi UU ITE menurut Rudiantara adalah untuk menghindari multi-tafsir terhadap penerapan Pasal 27 ayat (3) yang mengatur mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui sistem elektronik.
Menurut Rudiantara, saat ini muatan revisi bersumber pada pengurangan ancaman pidana pencemaran nama baik. Pemerintah mengusulkan pengurangan ancaman pidana dari 6 tahun menjadi 4 tahun, sehingga nantinya tidak perlu dilakukan penahanan.
Lebih lanjut Rudiantara memaparkan bahwa revisi juga dilakukan untuk menegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) merupakan delik aduan, sehingga harus ada laporan atau aduan dari korban pencemaran nama baik sebelum diproses oleh penyidik.
Revisi juga dilakukan terhadap ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan yang disesuaikan sebagaimana proses yang diatur dalam hukum acara pidana. Hal ini dimaksudkan agar penerapan UU ITE sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sementara itu Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Kristiono berpendapat bahwa (revisi) memang diperlukan agar semangat keterbukaan publik tetap terjaga. Hal itu merupakan prasyarat atas peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik dengan munculnya pengawasan secara luas dari masyarakat, selain juga terjaganya para pihak atas perlakuan yang tidak wajar dan memiliki motif sengaja menyerang secara subjektif.
Saat ini, proses dari penyusunan Revisi UU ITE sudah melalui proses yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, termask melibatkan masyarakat melalui proses uji publik yang dituntaskan sejak Agustus 2015. Saat ini juga naskah telah melalui proses harmonisasi di Kementrian Hukum dan HAM dengan melibatkan instansi terkait yaitu Kementrian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementrian Sekretarian Negara, Kementrian Pertahanan, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Pemerintah saat ini hanya tinggal menunggu undangan pembahasan bersama DPR RI, yang mungkin direncanakan akan dilaksanakan pada masa sidang Januari 2016. [MFHP]
Sumber: Kominfo