Mulai Kamis (7/1), layanan streaming video populer, Netflix hadir di Tanah Air. Dilansir dari The New York Times, dibukanya akses Netflix di lebih dari 130 negara termasuk Indonesia merupakan salah satu strategi ekspansi bisnis perusahaan, sehingga kini masyarakat Indonesia bisa menyaksikan beragam video film dan serial tv melalui PC dan perangkat mobile dengan pilihan paket berlangganan yang terjangkau bagi masyarakat. Namun apakah cukup hanya dengan membuka akses servernya ke Indonesia, lantas Netflix menjadi legal untuk memungut pembayaran layanan pay TV dari pelanggannya di Indonesia tanpa perlu hadir dan mendaftarkan diri sebagai perusahaan penyelenggara pay TV di Indonesia.
Netflix tidak comply dengan perundang-undangan
Business as usual yang dilakukan oleh Netflix sudah semestinya membuat dia dikenakan ketentuan yang sama dengan para penyelenggara jasa perfilman dan pay TV lainnya, para pelaku transaksi perdagangan yang menerima pembayaran dari pelanggan, dan para pelaku kegiatan penyiaran yang jenis usahanya juga mengikuti ketentuan Perpres No. 39 tahun 2014 tentang daftar negatif investasi asing. Netflix menjadi salah satu contoh pelaku perdagangan global yang turut memperpanjang list OTT Asing yang mem-bypass berbagai aspek compliance peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Padahal selama ini pemerintah sangat tegas menegakkan aturan-aturan tersebut kepada pelaku industri perfilman, telekomunikasi, penyelenggara penyiaran ataupun TV berbayar.
Dalam rapat bulanan DPH yang dihadiri oleh para anggota yang berasal dari operator telekomunikasi, penyiaran, jasa internet, BRTI dan undangan pada sore hari kemarin (12/1), Bapak Nonot Harsono memaparkan kajian awal MASTEL Institute terkait Fenomena Netflix dan yang Serupa dalam Perspektif Kedaulatan Negara. Bahwasanya dalam pasal 25 ayat (1) & (2) UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, disebutkan “lembaga penyiaran berlangganan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan”. Selanjutnya dalam ayat kedua pasal yang sama, kembali dipertegas dengan “lembaga penyiaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi multimedia, atau media informasi lainnya.
UU 33 tahun 2009 tentang Perfilman
Pada pasal 29 dan 30 UU 33 tahun 2009 diatur bahwa pelaku usaha kegiatan pertunjukan film yang dilakukan melalui layar lebar, penyiaran televisi dan jaringan teknologi informatika harus merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia. Kemudian dalam pasal 41 di UU yang sama, kembali dipertegas kewajiban pemerintah untuk mencegah masuknya film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan. Dengan begitu, sudah sepantasnya pemerintah tidak lagi bingung bagaimana menempatkan netflix di peraturan perundang-undangan yang ada. Karena memang pada dasarnya ini hanya business as usual namun dilakukan secara online (cross border trade). Pemerintah melalui Kemenkominfo perlu mengkampanyekan mutual respect dan mutual benefit dalam konteks hubungan Internasional Indonesia dengan berbagai penyedia konten (over the top). Sehingga Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal & Badan Kebijakan Fiskal pun juga terupdate tentang commercial present dan objek pajak baru di era online & global trading.
Sebagai tindak lanjut, MASTEL akan memperdalam kajian bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi praktek bisnis global seperti ini, yang sangat mungkin masih akan terus bermunculan di era kemajuan pengembangan konten internet ke depan. Ketua Umum MASTEL Bapak Kristiono mengatakan, “pemerintah perlu menghentikan Netflix sampai memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. “MASTEL mewakili masyarakat menginginkan kehadiran Netflix dan konten lain yang serupa, tidak sekedar menambah derasnya arus uang masyarakat Indonesia ke luar negeri tanpa memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia sendiri”, tutup Ketua Umum MASTEL.[AR]