Tidaklah benar jika perusahaan raksasa ritel internet seperti Amazon membayar jumlah pajak yang relatif kecil sementara keuntungan yang mereka peroleh sangat besar. Sementara para retailer offline atau tradisional terancam tutup karena beban berat dari bisnis yang mereka hadapi.
Perlu adanya reformasi pada sistem perpajakan, sehingga dapat memberikan keseimbangan bagi semua pengecer atau kita akan melihat jalan-jalan jadi sepi dari pedagang karena banyak orang yang beralih ke internet sebagai tujuan belanja mereka.
Jeff Bezos, pendiri Amazon, saat ini tidak hanya menjadi orang terkaya di dunia dengan kekayaan pribadi sebesar 150 milyar dolar, tetapi ketika inflasi diperhitungkan sekarang ia juga bisa dianggap sebagai orang paling terkaya dalam era modern ini. Lebih kaya dari para pengusaha seperti Robber Baron, asal Amerika yang terkenal seabad lalu.
Dia menjadi sangat kaya karena jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaannya sangat kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari setiap negara dimana Amazon aktif.
Tahun lalu, tagihan pajak Amazon di Inggris turun menjadi hanya 1,7 juta poundsterling, meskipun laba sebelum pajaknya melonjak dari 24,3 juta poundsterling menjadi 72,3 juta poundsterling.
Bagi para netizen yang menggunakan layanannya pada dasarnya telah berpartisipasi daam mensubsidi kekayaannya. Pekerja rata-rata membayar 40 persen dari penghasilan dalam bentuk pajak langsung dan tidak langsung. Sementara Amazon hanya membayar 2,4 persen pajak atas keuntungannya.
“Pajak perusahaan didasarkan pada laba, bukan pendapatan,” ujar juru bicara dari Amazon, dan itu memungkinkan perusahaan tersebut untuk menyebarkan pendapatannya yang sangat besar, sehingga dapat menghindar untuk membayar lebih banyak pajak.
Seratus tahun yang lalu pemerintah Amerika memperkenalkan undang-undang antimonopoli untuk membatasi kekuasaan dan pengaruh buruk dari perusahaan yang telah tumbuh begitu besar karena mereka mengancam untuk memonopoli dan mendistorsi pasar mereka.
Tampaknya Amazon dan raksasa online lainnya berada pada titik yang sama, sehingga dalam pertumbuhannya mereka perlu dikendalikan.
“Pemerintah ketinggalan jauh, perlu adanya penerapan undang-undang baru untuk membantu menciptakan keseimbangan di sektor ritel,” kata Lucy Simon, pengecer independen dan juru bicara kampanye pengecer di jalanan.
Sementara di London, sebuah grup toko yang didalamnya terdiri dari Selfridges, Marks & Spencer dan Fenwick melawan dengan menyarankan bahwa jawabannya adalah menggeser lebih banyak beban pajak ke perusahaan online yang kaya. Mereka menyerukan pajak 1 persen atas pendapatan bisnis online dan ini dapat menghasilkan 5 miliar poundsterling.
Pajak penjualan online akan membantu mengikis keuntungan yang tidak adil yang diperoleh pengecer internet atas para pedagang jalanan. Ini juga akan menghasilkan lebih banyak uang untuk membayar biaya sosial yang meningkat yang dihadapi oleh semua orang.