Ojek & Taksi Online Dilarang? Apa Kata Mereka?

Anda suka menggunakan layanan ojek atau taksi yang berbasis online? Mulai sekarang mungkin Anda harus bersiap “kembali” menggunakan layanan ojek dan taksi secara tradisional. Hal ini dikarenakan Kementerian Perhubungan secara resmi telah melarang seluruh ojek dan taksi yang berbasis aplikasi online untuk turun beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.

“Grab Taxi atau apapun namanya boleh saja, sepanjang kendaraannya memiliki izin sebagai transportasi umum, termasuk harus di KIR,” ujar Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.

Menurut Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Djoko Sasono menyebutkan bahwa pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Johan pada tanggal 09 November 2015. Surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para Kapolda, dan Gubernur di seluruh Indonesia.

“Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang,” tegas Djoko.

Djoko juga dalam konferensi pers menjelaskan bahwa pengoperasioan ojek online dan Uber tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, dan Keputusan Menteri Perhubunga nomor KM 69 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang. Beliau juga menjelaskan, ketentuan angkutan umum adalah minimal harus beroda tiga, berbadan hukum, serta memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum.

Kementerian perhubungan menurut Djoko, sama sekali tidak bermasalah dengan adanya bisnis startup ini, tapi yang menjadi masalah adalah angkutan/kendaraan pribadi yang dijadikan angkutan umum yang tentu tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum.

“Apapun namanya, pengoperasian sejenis, Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang,” tegasnya.

Layanan transportasi yang digadang-gadang menjadi terobosan dalam mengurai kemacetan ini, sudah dapat ditemui di sejumlah kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, dan kota-kota besar lainnya. Jumlah pengendara layanan online ini juga diperkirakan sudah mencapai 20.000 pengendara yang sudah siap melayani pengguna layanan ini. Pemerintah memang saat ini mendukung penggunaan TIK untuk mendukung pelayanan angkutan umum, tapi dengan syarat harus mematuhi UU dalam bidang informasi dan juga UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan.

GrabTaxi misalnya, sebagai salah satu layanan transportasi digital memberikan tanggapannya lewat Group VP of Marketing, GrabTaxi Holdings, Cheryl Goh menjelaskan, aplikasi layanan transportasi online merupakan industri dan model bisnis baru yang tengah berkembang. Mereka percaya bahwa penting bagi perusahaan penyedia aplikasi layanan transportasi online untuk berkolaborasi dengan pemerintah dan semua pemangku kepentingan terkait untuk bersama mengatasi tuntutan akan layanan transportasi yang semakin bertumbuh, dan mendukung transformasi sistem transportasi di Indonesia dengan menyediakan akses terhadap layanan transportasi yang aman dan terjangkau bagi masyarakat. [MFHP]