Sebuah sistem kecerdasan buatan baru telah dikembangkan, perangkat ini dapat membantu orang dengan kesulitan berbicara untuk berkomunikasi dengan mengurangi jumlah tombol yang harus merekan tekan.
Seperti dilansir dari situs web The Next Web, para peneliti dari universitas Cambridge dan Dundee telah mengembangkan sistem untuk orang yang bisu atau kesulitan dalam berbicara. Perangkat ini menggunakan komputer yang memiliki output suara untuk berkomunikasi. Sayangnya, alat ini pada umumnya masih lambat dan rawan akan kesalahan.
Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa orang biasanya mengetik antara lima dan 20 kata per menit, tetapi berbicara antara 100 hingga 140 kata per menit. Akibatnya, orang-orang yang mengandalkan komputer untuk berkomunikasi harus berjuang untuk melakukan sebuah percakapan yang benar-benar bisa dipahami.
Dengan hadirnya sistem kecerdasan buatan ini, maka akan membantu mengisi kesenjangan komunikasi tersebut, dengan mengurangi jumlah penekanan tombol yang mereka butuhkan untuk berkomunikasi. Ini akan membantu membuat percakapan menjadi lebih cepat.
Dalam sebuah percakapan biasanya, kebanuakan orang sering mengulangi kata dan kalimat tertentu yang sama dalam percakapan. Namun, teknologi sintesis ucapan yang ada lambat untuk mengambil rangkaian kata-kata ini.
Sistem kecerdasan baru tersebut akan membantu dengan membuat prosesnya menjadi lebih cepat. Ketika seseorang mengetik, algoritme-nya menganalisis teks dan konteks percakapan, seperti lokasi, waktu dan hari. Sistem juga akan mengidentifikasi pembicara lain, melalui algoritma visi komputer yang dilatih untuk mengenali wajah manusia dari kamera yang dipasang di depan komputer.
Cara tersebut menggunakan informasi ini untuk memberikan saran kalimat yang relevan dengan percakapan. Para peneliti mengatakan bahwa dengan adanya sistem kecerdasan buatan membantu menghilangkan antara 50% dan 96% dari penekanan tombol yang harus diketik seseorang untuk berkomunikasi.
“Metode ini memberi kita harapan untuk sistem kecerdasan buatan yang lebih inovatif untuk membantu orang dengan cacat bawaan untuk berkomunikasi di masa depan,” ujar penulis utama studi tersebut, Profesor Per Ola Kristensson.(hh)